Saturday, January 31, 2004

Siratan Mata
Hanya dengan melihat senyummu,
aku tahu kau selalu ada…
tersimpul di dalamnya,
walau matahari tak selalu bersinar
saat kita berjalan di jalan setapak yang sama…
Hanya dengan mendengar suaramu,
aku mengerti kau peduli…
walau kadang meradang,
lalu pergi dalam ngilu,
hanyut dalam kubangan duka…

Hanya dengan binar bola matamu,
aku tak sangkal kau membutuhkanku…
walau tertatih-tatihr
asa angkuh teredam,
seperti malasnya Rafflesia
merengkuh dinginnya embun pagi…

Hanya dengan hanya,
begitu pula dengan dirimu…
Manisnya paduan selai coklat
dengan setangkup roti hambar
dan pahitnya kopi dalam satu cangkir kehidupan…
Uapnya membumbung ke angkasa,
menyublim dalam nalar,
larut dalam suatu masa,
mengendap dalam setiap putaran takdir.
Berukirkan : senyuman termanis.
Teman sejati.
Tak terlupakan,
begitu pula dengan dirimu…

Jakarta
30.01.04 dan 31.01.04
teruntuk : Gita Regina Napitupulu
[your dear friend, always...]

Tuesday, January 27, 2004

Lengkungan Pelangi

Kenanglah manisnya cerita kita,
di dalam tiap masa adanya
bahagiaku, bahagiamu…
ketika binar mata kita angkat bicara,
dan senandung nada sumbang kita tetap terdengar merdu…

Ingatlah pahit getirnya,
tersimpan rapi di dalam tiap lembaran-lembaran usang dan rapuh
kisah kita,
sedihku dan sedihmu…
saat hujan membuka hari,
dan kita berada di dalamnya,
tetap bergandengan tangan…

Camkanlah setiap inci kenangan kita,
titian garis maya,
pembentang batasan
dua dunia yang berbeda
diantara kita

Tak mengapa,
karena apapun yang terjadi,
dan masa apapun melintas…
Jiwa kita tetap menari
bertautan menyenandungkan
kidung yang hanya milik kita
melatari perjalanan waktu tak berujung
di atas lengkungan pelangi,
lengkungan senyum kita…

Jakarta, 27.01.04

untuk : Margaret Laurens. sahabat. karib. apapun namanya.

[your dear friend, always...]

Saturday, January 24, 2004

Manifestasi Dunia Manasuka

Berdirilah mereka semua disana
dan tertawa dengan seringai jahatnya…

Bersekutulah mereka semua disana
dan mendesakku ke tepian…

Berteriaklah mereka,
“kau kekanak-kanakan!!”
dengan telunjuk menghujam ke arahku…

Memang,
aku kekanak-kanakan…

Menjeritlah mereka,
“mimpimu mengada-ada!!”
dengan tatapan dingin menusuk,
memasungku sampai ke akar…

Tak salah lagi,
mimpiku terlalu mengada-ada…

Persetan dengan menjadi dewasa!!

Aku mau tetap menari,
walau dirajam seribu duri kemunafikan…
Aku mau menangis sekuat tenaga,
seperti anak kecil yang kehilangan arah…
ketika yang bisa kalian lakukan
hanyalah membunuh harapan
dan merampas kebebasan
tanpa nurani…
tanpa mimpi…
tanpa jiwa…
tak punya mata, telinga, dan wajah…

Sedangkan aku…
masih hidup,
punya jiwa…
punya mimpi…
punya nurani…
walau masih anak kecil…

Jakarta, 24.01.04
[untuk setiap ketidakadilan dan marah di bawah kekangan]