Monday, October 23, 2006


Pertemuan Susu Coklat dan Stik Keju Kering

Akan tiba hari
ketika pagi terkenang-kenang akan malam,
seperti matahari merindukan bulan…
dan susu coklat dengan stik keju kering,
menunggu di tempat biasa untuk berkisah bersama…

[00.33]

akhir-akhir ini orang-orang di hutan bunga matahari terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. entah itu benar-benar sibuk atau sibuk yang dibuat-buat. jaman sekarang memang ada-ada saja cara-cara orang untuk menghindari sesuatu yang seharusnya lebih penting untuk dilakukan dengan pura-pura sibuk. perubahan dijemput oleh waktu yang berlalu dan yang bisa kita lakukan hanya menerima kedatangannya seperti tamu tak diundang dan berusaha menyesuaikan diri dengannya.

Panta Rei : tak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri. keabadian memang hanya ada di dalam dongeng Upik Abu, bukan dongeng Peri Hutan. sebenarnya Peri Hutan sudah tahu akan hal itu. hanya saja ia ingin membuktikan bahwa ada beberapa hal di dalam hidup yang akan tetap sama walaupun waktu telah berlalu dan tren telah berganti. seperti kecintaannya terhadap pasar malam yang berisi lampu neon warna-warni, permainan komidi putar, dan gulali warna-warni yang manis, atau ayunan tua reyot di depan rumah pohonnya. makanya ia tak terlalu ambil pusing ketika orang-orang di hutan bunga matahari mencemooh dirinya yang hanya bisa duduk-duduk santai sambil bengangbengong. menuduhnya makhluk tak berguna yang selama ini hanya menjadi sampah masyarakat. mencibirnya yang tak mau ikut ambil bagian dan memilih untuk menunggu sepotong senja yang lewat sambil bermain ayunan ketika seisi hutan bunga matahari berlomba-lomba mencari-cari dan memiliki kesibukan yang semu. padahal mereka tidak tahu, Peri Hutan juga bisa berguna untuk masyarakat tanpa berpura-pura sibuk seperti makhluk-makhluk lainnya yang munafik.

selain mempertahankan kecintaannya terhadap pasar malam dan ayunan reyotnya, Peri Hutan juga ingin membuktikan pertanyaan ini : adakah dua orang yang benar-benar bisa terus berjalan berdampingan tanpa merasa bosan hingga waktu yang mereka miliki habis? atau mungkinkah lama-kelamaan kebersamaan yang ada terasa semu? lama-kelamaan ada sesuatu yang entah apa hilang diantara keduanya dan pilihan yang tersisa hanyalah berpura-pura ketidakbahagiaan itu tak pernah ada dan mati-matian mempertahankannya karena yakin ada sesuatu yang lebih penting dibandingkan ego keduanya, atau berpisah dan berjalan sendiri ketika semuanya sudah tak mungkin lagi disatukan. bisa karena kebisingan atau malah kesunyian yang menghancurkan. mungkin terlalu sering bersama membuat manusia tidak lagi dapat menghargai arti kebersamaan yang sesungguhnya. mungkin dengan jarang bersama manusia malah bisa lebih saling menghargai satu sama lain dan mengucapkan hal-hal yang memang pantas dan perlu untuk diucapkan.

sebenarnya Peri Hutan benci menjadi skeptis dan pesimis. tapi apa daya kepercayaan itu mahal harganya. jauh lebih mahal daripada stik drum si Kurcaci Penabuh Genderang yang terbuat dari kayu ceddar. dan lagipula benda bernama kepercayaan itu tidak dijual sembarangan, apalagi sampai diobral di lapak-lapak berwarna biru.

setidaknya ia pikir masih ada harapan. karena ia selalu percaya akan kata-kata ini : “Kalaupun hanya satu orang yang berubah, seluruh umat manusia ikut berubah.” (Paulo Coelho – The Zahir). masih ada si Kurcaci Penabuh Genderang yang setia menemaninya bermain dan tak peduli dengan perkataan ataupun perbuatan makhluk-makhluk munafik yang ada di hutan bunga matahari. tapi mungkin dugaan itu salah. si Kurcaci Penabuh Genderang ternyata juga sedang sibuk dengan dirinya sendiri akhir-akhir ini. Peri Hutan jadi khawatir dan murung. sunyi sekali kehidupan di hutan bunga matahari akhir-akhir ini tanpa kehadiran sahabatnya itu. semua orang terus mengoceh di depannya dan Peri Hutan hanya menatap mereka dengan tatapan kosong. kali ini tidak ada teman untuk menertawai kebodohan dan keterlalunormalan seisi hutan bunga matahari.

Peri Hutan hanya bisa duduk sedih sambil memandangi tanah. disaksikan oleh susu coklat dan stik keju kering yang tadi dibawanya untuk teman mengobrolnya dengan si Kurcaci Penabuh Genderang seperti biasa. mungkin memang sudah takdirnya, sampai mati tidak menemukan orang yang bisa dan mau mengimbanginya. sahabatnya saja bisa jadi sudah tidak tahan berteman dengan dirinya yang bodoh dan aneh, mana mungkin ada makhluk lainnya yang mau melakukan hal-hal yang lebih daripada itu?

sudah sore. Peri Hutan bangkit, meninggalkan susu coklat dan stik keju kering yang tadi dibawanya di meja kayu dekat sungai, menuju rumah pohonnya. tak ada piknik hari ini. juga Kurcaci Penabuh Genderang.

Sunday, October 22, 2006


Puisi berBUNTUT untuk si gendutBULU


Bulu-bulu itu menggumpal,
beradu dengan suara menggerundal
Membuat para tetangga sebal
dan bibik melempar sandal
Tapi si buntut bulu yang bebal,
tak peduli dan tetap memberandal…

Ayo buntut bulu,
loncat dan jangan malu-malu!
Bawa senyuman hangat itu selalu,
biar tak ada lagi pilu
dan sedu sedan manapun pasti berlalu,
seperti banyak waktu di masa lalu…

Untuk si Echidut Mardidut, Buntut Bulu-ku tersayang…
p.s : SELAMAT BERTAMBAH DEWASA!!!
{08.09.02~08.09.06}

22.10.06
[23.58]

Saturday, October 21, 2006

P.A.G.I

Jam dinding berdetak,
tik…tak…tik…tak…
Waktu berjalan,
mengantar bibik menyiram rumput di halaman
Udara berlarian bersilaju,
menebar sisa-sisa malam yang melekat di baju
Di pojok kau terlelap
dan aku bersidekap
Seraya bersemu,
menatap pagi di wajahmu…

Salemba, 21.10.06
[09.11]

Monday, October 09, 2006

Sorry Morry Dorry Don’t Worry be Happy!

Forgiveness is letting go of all hope of a better past” -- (Annie Lamont)

tidak perlu santet, pelet, atau cairan pel pembersih lantai untuk membunuh kuman-kuman dalam kehidupan. cukup dengan menerima, memaafkan, dan melupakan, lalu bukan sulap bukan sihir, tring! semua masalah beres. seluruh dendam luruh.

andai hidup semudah itu, mungkin seisi dunia perdongengan akan penuh dengan malaikat ceria yang menyenangkan. Peri Hutan selalu berkhayal punya tongkat sakti seperti ibu peri yang baik hati, yang bisa menyulap isi kepalanya supaya hanya dipenuhi oleh gulali warna-warni, lolipop, dan keripik kentang saja. supaya hidupnya jauh lebih gembira. sayang, hal itu hanya terjadi di dalam sinetron dan Peri Hutan hanya bisa gigit jari. siapa sangka cerita dari negeri dongeng juga bisa menyayat hati dan tak ubahnya dengan dunia manusia yang kejam?

akhir-akhir ini memang sulit menerka-nerka siapa yang masih patut dipercayai dan siapa yang tidak. juga bertarung melawan pikiran diri sendiri yang bisa membunuh jiwa perlahan-lahan. tapi benci bukan solusi. juga amarah dan sumpah serapah.

“Menyimpan rasa marah adalah racun. Menggerogotimu dari dalam. Kita mengira kebencian merupakan senjata untuk menyerang orang yang menyakiti kita. Tapi kebencian adalah pedang bermata dua dan luka yang kita buat dengan pedang itu, kita lakukan terhadap diri kita sendiri.”

rasa marah memang telah menghancurkan Peri Hutan sedikit demi sedikit. menjadikan mukanya peyot seperti ayunan reyot di depan rumah pohonnya. jadi mungkin jalan yang terbaik adalah menerima semua hal-hal tak menyenangkan yang telah terjadi di dalam hidup kita, memaafkan, dan lalu melupakan semuanya.

tapi segampang itukah? Peri Hutan jadi memikirkan nasib peri-peri lainnya yang mungkin masih bermain-main dan bernyanyi ‘merry go round’ di lembah Neverland milik Jagoan Perut Buncit seperti kawanan domba yang dicucuk hidungnya. dapatkah mereka memaafkan si Buncit begitu saja? jangan-jangan sampai sekarang mereka tak sadar telah dijadikan mainan penghibur di Neverland busuknya. atau mungkin mereka memang peri-peri kegatelan yang tak peduli karena asas “abang senang, kami girang”?

ukh, mengapa bisa semudah itu oknum yang sudah jelas-jelas bersalah menikmati kemerdekaannya? ongkang-ongkang kaki sambil kipas-kipas seenaknya? sedangkan maling ayam mengakhiri hidupnya dengan dibakar oleh massa yang beringas. atau tukang colong sandal di surau yang digebuki sampai babak belur oleh orang sekampung. padahal kehilangan seekor ayam atau sepasang sandal tidak akan membikin hutan bunga matahari bangkrut!

Peri Hutan agak menyesal. seharusnya ia tidak langsung menghabisi nyawa si Buncit hari itu. biar dia rasakan dulu penderitaan yang hebat. mungkin dengan memboyong massa dan menghasut mereka untuk membugili si Buncit dan kemudian mengaraknya keliling hutan bunga matahari. biar ia tahu rasa dan menelan bulat-bulat rasa malunya! dan kemudian dipotong anu-nya sampai melolong minta tolong. biar si goblok itu kapok. biar tak ada lagi yang tertipu. dan biar ia rasakan hidupnya tak berguna sampai mati.

Peri Hutan nyengir, matanya yang bulat itu berbinar-binar nakal. ia agak tak percaya juga bisa punya pikiran sejahat itu. bisa-bisa si Malaikat Peniup Sangkakala terperanjat ketika mendengarnya. kecewa karena si malaikat ceria yang selalu ia lindungi dan sayangi telah berubah jadi setan yang jahat. ah, peduli setan lah kalau begitu! bukankah yang lebih tahu apa yang harus dilakukan semestinya adalah yang empunya kehidupan itu sendiri? Peri Hutan jadi tambah penasaran, apalagi yang hidup bisa berikan padanya dan jadi apa ia karenanya. mungkin suatu saat nanti ia berubah jadi keledai, atau malah jadi rumput. tidak ada yang pernah tahu.

Peri Hutan selalu bertanya-tanya; sebenarnya untuk apa ia dan makhluk-makhluk lainnya di seantero hutan bunga matahari terlempar ke dunia perdongengan yang begitu menyayat hati ini? apakah sebagai penghibur dan pelipur lara Sang Pencipta yang sedang kebosanan dan kesepian? atau mungkin memang kita tercipta untuk belajar memaafkan dan menerima kenelangsaan di dalam hidup? supaya kita bisa lebih legowo, karena ketika itu banyak hikmah yang muncul dan toh hidup harus jalan terus.

lucu juga melihat garis hidup yang tiba-tiba berbelok tanpa pernah direncanakan, mempertemukan kita dengan orang-orang yang tak pernah kita duga, melengketkannya seperti ketan, lalu tiba-tiba berpisah begitu saja. juga mengartikan pertanda-pertanda, atau mengamati perubahan diri ketika mencoba untuk menyesuaikan dan menerima keadaan yang tiba-tiba berbalik 180° tanpa pernah disangka-sangka. hidup memang seperti lelucon. tanpa ada yang pernah mengerti betapa seluruh pilihan yang telah kita buat dapat mempengaruhi hidup orang lain. dan betapa sebenarnya kita yang terlempar ke dunia ini melakukan pencarian akan diri kita sendiri. atau mungkin juga memang sudah takdir kita hidup untuk memahami pilihan-pilihan yang telah dan akan kita buat di dunia?