Saturday, November 25, 2006


Malaikat Tanpa Sayap di Sebuah Pesta

Malaikat mendatangiku semalam di pesta,
dengan sayap dan pakaian putihnya…

Sementara si kurcaci penabuh genderang
bersimpuh membelai seonggok daging yang mengerang,
sesosok malaikat tanpa sayap di sebuah pesta,
di bulan November yang penuh sengketa…

Tertawa, mengerang, terbahak-bahak, mengerang...

Malaikat mendatangiku semalam di pesta,
dengan sayap dan pakaian putihnya…

Ia tanyai mau apa aku…

Dan aku menjawab,
Bangsat!
Aku cuma kepingin terbang…

[25.11.06]

Wednesday, November 22, 2006

Oh Lately It’s So Quiet…

benar juga kata Brian May (gitaris kelompok Queen.red), Too Much Love Will Kill You, yang merupakan judul sebuah lagu yang diambil dari album solonya Back to The Light, Juli 1992.

tenggelam di dalamnya sampai membuat kita sesak napas. dan yang bisa kita lakukan hanya berenang-renang dan menunggu kematian yang bisa sewaktu-waktu menjemput. tapi sampai sekarang sepertinya belum ada yang berhasil menemukan cara untuk mencegah atau menghindarinya. memang tak ada cara lain selain menikmatinya, karena perasaan ini, konon, perasaan getir yang paling indah, yang tak terjadi setiap saat. sebuah anugerah yang paradoks. dan hanya orang-orang terpilih saja yang bisa merasakannya, yang membuka hatinya untuk itu.

Peri Hutan masih melanjutkan perjalanannya yang penuh kesunyian. orang lain mungkin sudah bosan dan memilih pulang ke rumah untuk tidur di tempat tidur yang empuk sambil berharap ketika terbangun keesokan harinya semua yang dialaminya adalah mimpi buruk. tapi Peri Hutan tidak melakukannya. ia menikmatinya. menikmati setiap inci langkah kakinya. meresapi setiap ketenggelamannya. terjebak dan kedinginan di dasar laut.

dan kali ini sepertinya lebih dalam dari sebelumnya. karena Peri Hutan benar-benar terpuruk dan tak tahu bagaimana caranya keluar, seperti pelaut yang kapalnya terombang-ambing terhempas badai. tanpa kompas. tanpa bintang yang selama ini menjadi penuntun arah karena tertutup kabut dan awan tebal. tak ada secercah harapan. entah bagaimana caranya kembali. lagipula hal itu juga sudah tak mungkin lagi ia lakukan, mengingat ia telah meninggalkan semuanya di belakang. dan kembali lagi ke hutan bunga matahari saat ini takkan menyelesaikan masalah. ia hanya akan bersembunyi dan berpura-pura. dari dirinya dan hatinya.

ah, sungguh sepi dan sunyi akhir-akhir ini… mungkin ini adalah saat-saat yang langka, yang tak bisa lagi dinikmatinya di lain waktu ketika badai ini telah berlalu. saat-saat ketika orang di sekitarnya meributkan banyak hal dan Peri Hutan hanya bisa mendengar suara-suara itu dari kejauhan. samar-samar dan jauh dari dirinya dan dunianya yang tak bisa dimasuki oleh siapapun. Peri Hutan kembali terbengang-bengong walaupun kali ini tanpa cengangas-cengenges…

"(Oh no) Oh lately it's so quiet in this place
You're not 'round every corner
(Oh no) Oh lately it's so quiet in this place
So darlin' if you're not here haunting me
I'm wondering...
Whose house, are you haunting tonight?
Aw. Whose sheets you twist
Aw. Whose face you kiss
Whose house, are you haunting tonight?
(Oh no) I dont think much about you anymore
You're not on every whisper, oh
(Oh no) I dont think much about you
But if you're not lurking behind every curtain
I'm wondering..." [*]

[*] Oh Lately It’s So Quiet – OK Go (Oh No Album)

Sunday, November 19, 2006

And The Journey Begins...

perjalanan panjang telah dimulai. sudah tak ada jalan untuk kembali. Peri Hutan melangkahkan kakinya tak tentu arah. tak ada bintang di langit, seolah bersembunyi, tak ingin dilihat oleh Peri Hutan. membiarkan ia berjalan seorang diri dan kesepian di malam yang semakin dingin dan mencekam. “ah, andai aku punya teman seperjalanan!”, batin Peri Hutan. tapi keputusan telah diambil dan menyesal kemudian tak ada gunanya.

akhirnya Peri Hutan sampai di kampung seberang. setelah perjalanan yang cukup melelahkan tentunya. Peri Hutan memutuskan untuk berhenti. selain melepas lelah, ia juga butuh merasakan adanya kehadiran orang lain. untuk meyakinkan dirinya, ia tak seorang diri di dunia ini. walaupun tak satu pun penduduk kampung ini yang ia kenal. hanya dengan melihat mereka saling berinteraksi saja sudah cukup bagi Peri Hutan. setidaknya masih ada kehidupan di sekelilingnya. setidaknya ia takkan mati perlahan-lahan di dalam sepi dan kekosongan.

rupa-rupanya Sore diundang oleh Pak Lurah untuk menghibur penduduk kampung dalam rangka sunatan massal di balai desa. dan seperti biasa Ade Paloh cs. menyanyikan kesenduan malam ini bagi Peri Hutan dengan suara serak. diiringi rintihan saxophone yang terasa semakin mengiris. pedih dan getir.

takkan ada lagi hari di mana ia duduk-duduk menghabiskan sore di ayunan reyotnya sambil menyulam hati barunya. juga hari di mana ia bercerita dengan si Kurcaci Penabuh Genderang sambil makan stik keju kering dan minum susu coklat di pinggir sungai. atau hari di mana ia berguling-guling kesenangan bermain bersama peri-peri bodoh yang ia sayangi.

dan lagu ini melantun merdu mengisi kekosongan di dalam hati Peri Hutan...

“Jauh perjalanan mencari intan pujaan
Aduhai, di mana tuan, mengapa pergi tanpa pamitan?
Lembah kuturuni, bukit yang tinggi kudaki
Aduhai, tak kunjung jumpa mengapa hilang tak tentu rimba?
Embun hempaskanku padanya,
bintang tunjukkan arah,
ooh, angin bisikkanlah malam ini...
Hati cemas bimbang, harapan timbul tenggelam
Aduhai, permata hati mungkinkah kelak berjumpa lagi?”
[*]

[*] Pergi Tanpa Pesan – Sore (Centralismo)

Tuesday, November 14, 2006

Selamat Tinggal Hutan Bunga Matahari

masih ingat kata-kata kunci ini : “ untuk menemukan seseorang atau sesuatu yang kau cintai, kau harus menemukan dirimu sendiri terlebih dahulu?”

setiap orang di dunia ini pasti melakukan perjalanan panjang untuk menemukan dirinya sendiri. untuk menemukan tujuan hidupnya serta apa dan siapa yang mereka butuhkan, agar tetap dapat bertahan hidup. walaupun pada akhirnya keadaan memaksa kita untuk sendiri.

hal inilah yang membuat Peri Hutan memutuskan untuk benar-benar mewujudkan impiannya meninggalkan hutan bunga matahari dan semua yang ia miliki. kali ini dalam jangka waktu yang cukup lama. toh ia sudah pernah hampir melakukannya beberapa waktu yang lalu, mengapa tidak sekalian benar-benar diwujudkan saja? pergi jauh dari keramaian; agar dapat berpikir jernih. banyak orang hanya berhenti pada wacana tanpa aksi. tapi Peri Hutan memberanikan dirinya meninggalkan rumah pohon tua, ayunan reyot, koleksi seribu mahkota untaian bunganya, serta Kurcaci Penabuh Genderang, Beruang Madu Muka Datar, dan peri-peri lainnya yang sudah menemani Peri Hutan sepanjang hidupnya dan juga sangat ia sayangi.

tapi tak jadi soal. ia yakin orang-orang yang sungguh-sungguh menyayanginya akan menemukannya kembali. menariknya ke jalan yang seharusnya ia tempuh di dalam perjalanan penuh kesunyian ketika ia tiba-tiba tersesat, karena sesungguhnya Peri Hutan tak punya peta atau kompas. selama ini ia hanya mengandalkan hatinya sebagai petunjuk jalan. penuntun langkahnya ketika ia tak tahu mau ke mana, walaupun pada akhirnya dirinyalah yang memilih dan menentukan keputusan akhir. demikian pula sebaliknya, Peri Hutan pasti bisa menemukan kembali orang-orang yang sungguh ia sayangi dan menarik kembali ke jalan yang seharusnya ketika mereka tersesat.

Peri Hutan percaya apa yang ia lakukan pasti berpengaruh kepada kehidupan orang lain. ketika kali ini ia memutuskan untuk menemukan siapa dirinya yang sesungguhnya, mungkin saja orang-orang lain di sekitarnya juga melakukan hal yang sama. karena sesungguhnya setiap manusia belajar dengan bercermin, bagai mengepas-ngepas baju baru di depan kaca. melihat cerminan dirinya pada manusia-manusia yang lain dan berubah menjadi seseorang yang lebih baik tanpa harus menjadi orang lain.

hari ini Peri Hutan bangun pagi-pagi sekali sebelum seluruh penghuni hutan bunga matahari terjaga dan melakukan rutinitas mereka. ia sudah siap dengan ransel kecil, topi jaring-jaring bodoh, dan kamera poketnya. di depan pintu rumah pohonnya juga sudah ditempelkan pesan untuk si Kurcaci Penabuh Genderang. isinya Peri Hutan menitipkan rumah itu beserta seluruh isinya dan juga ayunan reyotnya sampai ia kembali lagi nanti suatu saat. juga pesan bahwa ia akan baik-baik saja di mana pun ia berada; bahwa Kurcaci Penabuh genderang tak perlu khawatir.

setidaknya kali ini ia tidak pergi tanpa pesan, seperti yang pernah dilakukannya beberapa waktu yang lalu. walaupun hanya sebentar, perbuatannya itu menimbulkan kekacauan dan mempengaruhi hidup banyak orang lain yang menyayanginya tanpa ia sadari. hanya karena kerewelan dan keegoisannya yang menganggap bahwa tak ada satu pun di dunia ini yang peduli dan sayang padanya. sungguh peri yang bodoh! untung ada si Kurcaci Penabuh Genderang. ia yakin sahabatnya itu akan memahami setiap keputusan yang diambilnya, walaupun tidak sepenuhnya ia mengerti. meski di dalam hatinya cemas, paling-paling si Kurcaci Penabuh Genderang hanya akan cengangas-cengenges dengan wajah belernya dan menanyakan dari mana saja Peri Hutan selama itu. lalu mereka akan bermain-main lagi seperti biasa sambil bercerita apa yang telah mereka alami ketika terpisah tanpa perlu dipaksakan.

Peri Hutan tersenyum puas. setidaknya kali ini ia pergi bukan karena ketakutan semu yang tak beralasan; bukan karena ia merasa tak ada satu pun yang menyayanginya. Peri Hutan benar-benar tak tahu mau ke mana, namun hatinya menuntunnya untuk pergi ke padang ilalang, tempat biasa ia terbengang-bengong menikmati sepotong senja yang lewat dan hembusan angin sepoi-sepoi, hanya ditemani oleh hati barunya itu.

ia tahu tak lama lagi ia akan meninggalkannya di padang ilalang itu. sampai kapan? Peri Hutan tidak tahu. yang pasti sampai hatinya tak lagi bimbang dan mampu menemukan jalannya sendiri. menemukan siapa atau apa yang hati barunya butuhkan. kebingungan dan keegoisan hanya akan menorehkan luka bagi orang-orang di sekitar kita, selain akhirnya pada diri sendiri. apalagi sampai memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup orang lain di saat hati bimbang dan tak tentu arah. tidak akan membawa kebahagiaan bagi siapapun.

Peri Hutan beranjak dari padang ilalang sambil menggendong ransel kecil di punggungnya dan memakai topi jaring-jaring bodohnya. ia berjalan lurus dan berusaha tidak menoleh ke belakang. perjalanan akan terasa semakin sulit dan berat jika itu dilakukannya. atau mungkin saja takkan ada perjalanan, karena Peri Hutan tidak sanggup melanjutkannya dan meninggalkan semua yang ada di belakang. terjebak di dalam situasi yang sama dengan hatinya yang bimbang; ditambah lagi dengan rutinitas di hutan bunga matahari yang semakin lama terasa semakin menjemukan.

terkadang hidup memang jauh lebih ringan ketika tak punya apa-apa, karena toh kita takkan kehilangan apapun. menjalani hidup tanpa risiko kehilangan sesuatu yang kita anggap kita miliki. menjalani hari-hari yang tersisa tanpa beban. memang sudah saatnya Peri Hutan melakukan sesuatu tanpa takut pada kegagalan.

“Whenever you need a home I will be there...
Whenever you're all alone And nobody cares...
You're just a poor misguided fool,
who thinks they know what I should do...
A line for me and a line for you
...

Whenever you reach for me,
I'll be your guide
Whenever you need someone
to keep it inside...” [*]

[*] Starsailor – Poor Misguided Fool (Love is Here)

Saturday, November 11, 2006

Kegemparan di Hutan Bunga Matahari

tak perlu mendatangkan Flea/ Michael Balzary (bassist kelompok Red Hot Chilli Peppers.red) atau Rachel Maryam untuk membuat seorang Kurcaci Penabuh Genderang kebakaran jenggot. cukup dengan menjadi sahabatnya dan menghilang selama satu setengah hari, sudah dapat melihat si Kurcaci Penabuh Genderang menimbulkan kegemparan di hutan bunga matahari.

Peri Hutan tak menyangka efek yang ditimbulkan akibat kepergiannya memancing kemarin begitu besar bagi orang-orang di sekelilingnya. semua yang disayanginya tiba-tiba ada di hutan bunga matahari. komplit! ada Beruang Madu Muka Datar dari gua lembah madu dan juga seluruh peri-peri bodoh favoritnya, yang tinggal di negeri yang beraneka ragam.

semua yang tadinya panik, was-was, dan tegang segera dalam hitungan detik berubah menjadi bermacam ekspresi. ada yang lega, senang karena Peri Hutan kembali ke hutan bunga matahari tanpa kurang suatu apa, ada juga yang kesal, sedikit terganggu karena mengira Peri Hutan hanya mencari perhatian.

“He! Dari mana saja kau Peri Hutan?”, sambut si Beruang Madu Muka Datar dengan muka yang tentu saja datar.

“Tak tahukah kau kami sangat mencemaskanmu?”, timpal salah satu dari peri yang sangat disayanginya, yang jauh-jauh datang dari negeri kue lapis.

“Hee, maaf teman-teman… Aku pergi memancing kemarin…”, sahut Peri Hutan sambil menggaruk-garuk kepalanya; salah tingkah.

“Ah, dasar peri yang aneh! Kami kira kau diculik… Tapi kau baik-baik saja kan?”, tanya peri yang tinggal di negeri getuk lindri.

“Iya, Peri Getuk Lindri… Aku baik-baik saja kok…”, jawab Peri Hutan sambil tertunduk.

“Lebih baik kau datangi Peri Kue Bola… Ia marah sekali padamu…”, bisik peri dari negeri lolipop.

Peri Hutan segera mendatangi Peri Kue Bola yang sedari tadi tak mau melihat dan menyapanya.

“Peri Kue Bola, maafkan aku…”, pinta Peri Hutan dengan suara memelas sambil memain-mainkan kedua tangannya.

“Huh…”, Peri Kue Bola hanya melengos.

“Peri Kue Bola…”, panggil Peri Hutan dengan suara tercekat. air matanya nyaris tak dapat terbendung lagi.

Peri Kue Bola yang pada dasarnya tidak pendendam langsung luluh. ia langsung iba melihat ketulusan Peri Hutan yang meminta maaf padanya.

“Iya, Peri Hutan… Aku maafkan. Tapi lain kali jangan berlaku seperti ini lagi yah… Kau membuat semua orang yang menyayangimu panik. Kurcaci Penabuh Genderang sangat bersedih ketika tahu kau tak ada. Ia langsung menghubungi semua orang yang mengenalmu.”, kata Peri Kue Bola sambil mengelus-elus rambut ikal Peri Hutan.

“Coba kau lihat di setiap batang pohon yang ada di hutan bunga matahari. Kurcaci Penabuh Genderang khusus membuat selebaran itu sebagai upaya menemukan dirimu, Peri Hutan...”, lanjut Peri Kue Bola.

benar saja, ternyata di setiap batang pohon di hutan bunga matahari tertempel selebaran-selebaran dengan foto Peri Hutan di atasnya. ia tak memperhatikannya tadi.

segera Peri Hutan mengambil salah satu selebaran yang tertempel. begini isinya :

DICARI!!!
PERI HUTAN a.k.a Malaikat yang Lucu dan Menyenangkan
[the world's most wonderful-talented-dodol-rewel person ever alive]

Ciri-ciri:
Peri Hutan bodoh tukang bengang-bengong cengangas-cengenges
yang punya ketawa licik dan rambut yang bagus

Bagi yang menemukan, harap segera hubungi :
KURCACI PENABUH GENDERANG
di dalam batang pohon oak


Peri Hutan langsung berderai air mata. ia tak menyangka sahabatnya yang beler itu mau bersusah payah mencari dirinya. segera ia berlari ke arah sungai, sambil masih menggenggam selebaran itu di tangannya. sesuai dugaannya, si Kurcaci Penabuh Genderang sedang duduk termangu sambil memangku Tigger, kucing hutan miliknya, dengan wajah sedih di bangku kayu, ditemani stik keju kering dan susu coklat. menunggu Peri Hutan kembali, entah kapan.

“Kurci Maruciiiii!!!!”, teriak Peri Hutan sambil terengah-engah. Kurcaci Penabuh Genderang tak percaya akan pendengarannya, tapi ia mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk ke arah asal suara yang memanggilnya.

“Peri Hutan???!!”, Kurcaci Penabuh Genderang melongo, melihat sahabatnya yang sudah beleleran air mata di hadapannya.

“Maafkan aku Kurci… Aku sudah membuatmu susah sejak kemarin. Janji, aku takkan pergi lagi tanpa pamitan padamu. Aku sayang sekali padamu, Kurci…”, isak Peri Hutan sambil memeluk sahabatnya yang langsung tersenyum lega, menyambut peri bodoh kesayangannya yang kembali dengan selamat di hutan bunga matahari.


[*] inspired by anakpenyuileran.blogspot.com

Thursday, November 09, 2006

Titik Awal yang Tak Bermula di Titik Nol

"A heart that's full up like a landfill,
a job that slowly kills you,
bruises that won't heal.
You look so tired-unhappy,
bring down the government,
they don't, they don't speak for us.
I'll take a quiet life,
a handshake of carbon monoxide,

with no alarms and no surprises,
no alarms and no surprises...
no alarms and no surprises...

Silent silent." [*]

mungkin ini yang kira-kira dirasakan oleh si Peri Hutan selama kurang lebih dua minggu terakhir. persis seperti yang dirasakan oleh tukang sayur yang mendorong gerobak sambil menjajakan dagangannya dari kampung seberang menuju hutan bunga matahari yang menanjak. sudah berpeluh keringat menahan beban di gerobak, dicaci maki pula oleh Tante Jamur Pesolek dan Tante Kelinci Mulut Usil yang selama ini bagaikan duet maut dalam bergosip dan mencibir, serta tante-tante lainnya yang tak pernah puas, yang selalu mengomentari apapun yang lewat di depan batang hidungnya.

padahal "kesalahan" si tukang sayur hari ini hanya karena jengkol pesanan si Tante Jamur Pesolek dirasakan kurang segar oleh si pemesan.

"Bang, layu amat sih ini jengkol!", Tante Jamur Pesolek membuka percakapan dengan wajah sepet.

"Iya nih, Bang... Idiiihh, mana baunya kayak ikan asin. Diketekin sama Abang ya? Hayoo... ngaku!!", repet Tante Kelinci Mulut Usil memanas-manasi sambil mengernyit dan mengibas-ngibaskan udara di sekitar hidungnya.

"Ha? Nggak kok, Tante... Beneran deh...", si tukang sayur cepat-cepat menjawab sambil menggaruk-garuk kepala. heran akan makhluk-makhluk yang harus dihadapinya di hutan bunga matahari yang akhir-akhir ini mudah marah dan terganggu emosinya. ah, betapa dongkolnya!

entah tren apa yang sedang menyerang hutan bunga matahari. atau mungkin juga ini memang sudah kenyataan yang ada, hanya saja Peri Hutan yang baru menyadarinya sekarang. ketika ia mulai dituntut untuk lebih serius dan bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat sebagai bagian daripadanya.

tak ada sahabat sejati. yang ada hanya sekutu dengan tujuan yang sama. orang-orang begitu cepat berubah dari kawan menjadi lawan ketika sudah tak sepaham lagi. semuanya menuntut banyak hal dalam waktu yang sangat sempit, seakan-akan isi hidup ini hanya berlari-lari di sebuah roda mainan hamster di dalam kandang, sampai kita lelah dan tak kuat lagi bernapas.

Lutung Lemes Rambut Kribo yang pelitnya minta ampun mendadak tak lagi lemas ketika berurusan dengan uang. Liliput Cadel sangat senang menyuruh-nyuruh orang lain melakukan sesuatu yang sebenarnya mampu dilakukannya sendiri. Tupai Monyong Tukang Manyun dan Monyet Berponi Penggerutu merengek-rengek sepanjang hari minta dilayani semua keinginannya, membuat gerah seisi hutan bunga matahari. Kodok Cabul yang paling getol bersenang-senang tanpa harus mengeluarkan sepeser pun, juga Pohon Beringin Muka Teduh yang tiba-tiba berubah menjadi makhluk sok penting yang sangat menyebalkan. ditambah lagi si Sigung Muka Dua yang dari luar terlihat sangat ramah dan bersahabat, padahal di dalam hatinya menyimpan dengki dan terlalu banyak menuntut. rupa-rupanya wajah manis tak berdosa belum bisa menutupi bau busuk kentutnya!

Peri Hutan tak suka aturan. terlebih yang tidak masuk akal dan tak bisa diterima oleh logika. mungkin ini yang membuatnya pusing tujuh keliling. ia lebih memilih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri ketimbang bertanggung jawab terhadap masyarakat sontoloyo yang bisa seenak udelnya menentukan mana yang salah dan mana yang benar. lalu melegitimasikannya sebagai suatu kebenaran mutlak hanya karena mayoritas menyetujuinya. dasar makhluk primitip tak punya prinsip! hanya bisa ikut-ikutan supaya hidupnya enak. supaya tak perlu mikir yang susah-susah. toh hidup ini sudah susah, buat apa dibikin tambah susah? mungkin itu yang dipikirkan oleh para penghuni hutan bunga matahari.

cukup sudah seluruh makhluk di hutan bunga matahari bertingkah! meninggalkan Peri Hutan yang berusaha bertanggung jawab terhadap masyarakat seorang diri, kerepotan mengurus semuanya. padahal mereka yang tadinya berkoar-koar kini tak melakukan apa-apa.

mungkin memang lebih baik Peri Hutan benar-benar menyingkir dari hutan bunga matahari. meninggalkan rutinitasnya yang terasa begitu membosankan. melewatkan kesempatan datang ke pasar malam yang digelar tiap bulan di sana, dengan gulali, komidi putar, dan badut yang itu-itu lagi. menitipkan ayunan reyot dan rumah pohon tuanya pada si Kurcaci Penabuh Genderang. mencari ketenangan dalam perjalanan panjang yang selalu ingin dilakukannya, namun sampai sekarang tak pernah berhasil dilaksanakan. perjalanan santai tanpa diburu-buru oleh apapun, siapapun, bahkan oleh dirinya sendiri. tak terikat waktu, tanggung jawab, dan tuntutan mengada-ada dari masyarakat sekitar. mungkin dengan begitu ia dapat bernapas dengan lega dan menemukan tujuan hidup yang sebenarnya, yang selama ini dicarinya.

berjalan ke mana kaki melangkah di dalam kesunyian yang menenangkan. tanpa maniak yang memeras dirinya hanya untuk keuntungan pribadi mereka. hanya dirinya, ransel kecil, topi jaring-jaring bodoh, dan kamera poket...

[*] No Surprises -- Radiohead (OK Computer)
Let’s Go Fishing at The Island in The Sun!

“keep fishin’
If you feel it’s true...
There’s nothing much that
we can do to save you
from yourself...

Waste my days, drown aways
It’s just the thought of you
in love with someone else
it breaks my heart to see
you hangin’ from a shelf”
[*]

entah apa yang ada di pikiran Peri Hutan ketika pagi ini ia mengepak ransel kecilnya. tiba-tiba saja terbersit dalam benaknya untuk kabur dari semua makhluk di hutan bunga matahari yang menyusahkan dirinya akhir-akhir ini. mencari-cari dirinya hanya untuk menambah pekerjaan yang tak seharusnya ia lakukan. kabur tanpa kabar tentunya. biar semua gempar. “Rasakan pembalasanku!”, batin Peri Hutan sambil tertawa licik di depan lemari kayu jati tua kepunyaan mendiang kakeknya, sambil mengepak pakaian secukupnya.

ia sudah tidak tahu lagi apa yang ia masukkan ke dalam ransel kecilnya. apakah itu akan berguna atau tidak baginya di dalam perjalanan, ia juga tidak peduli. karena ia tak tahu pasti tujuan kepergiannya hari ini. yang penting ia bisa melepaskan kepenatannya, pergi jauh dari banyak orang yang menuntut macam-macam darinya, dan ranselnya penuh terisi. sama seperti perutnya yang sudah penuh terisi dengan roti keju dan susu coklat kesukaannya.

Peri Hutan pergi dengan pikiran kalut. perasaan yang bercampur-aduk antara merasa bodoh dan tak berguna, kesepian, ditinggal sendirian tanpa satupun yang mencintai dan membutuhkannya. di otaknya sama sekali tak terpikir untuk meninggalkan pesan buat si Kurcaci Penabuh Genderang. ia hanya berjalan dan terus berjalan sambil berusaha meredakan pikiran-pikiran yang berkecamuk di dalam benaknya. benar kata orang, musuh yang paling sulit ditaklukan bukan monster naga atau babi ngepet, tapi diri kita sendiri!

tak terasa sudah delapan jam ia berjalan tanpa henti dan beristirahat. ia sudah sangat jauh dari hutan bunga matahari. di sekelilingnya terhampar padang rumput yang luas, dengan tumbuhan dan bunga liar, serta sedikit semak belukar. ingin rasanya Peri Hutan berlari-lari di atas padang rumput itu dan berguling-guling dari atas bukit. warna rumput di sini jauh lebih segar ketimbang rumput di padang ilalang yang ada di hutan bunga matahari. ah, memang rumput di halaman tetangga terkadang jauh lebih hijau jika dibandingkan dengan rumput di halaman sendiri! jauh di bawah ada anak-anak kampung yang sedang asyik bermain bola dan layangan. teriakan-teriakan riang mereka terdengar sampai ke atas bukit. Peri Hutan menatap jauh ke langit. matahari bersinar cerah dan layangan-layangan yang sedang dimainkan oleh anak-anak kampung itu meliuk-liuk dipermainkan angin. menghiasi langit yang biru dengan warna-warni cerah. membuat Peri Hutan teringat akan gulali warna-warni yang manis atau lampu neon yang berkelap-kelip di pasar malam.

Peri Hutan mampir ke dalam sebuah gubug. bercakap-cakap dengan bapak tua bernama Ki Sapu Jagat yang ada di sana, sambil minum teh manis hangat dan pisang goreng yang masih panas karena baru diangkat dari penggorengan. main kejar-kejaran dengan anak si Ki Sapu Jagat yang manis dan menyenangkan, yang rambutnya sependek dan seikal dirinya. memancing bersama Ki Sapu Jagat di empang belakang gubugnya, sambil berteriak-teriak kegirangan. seumur hidupnya, belum pernah sekalipun Peri Hutan pergi memancing dan hari ini pasti akan menjadi hari yang takkan pernah dilupakannya. akan selalu membekas di ingatannya. Lalu Peri Hutan makan malam bersama dengan keluarga yang menyenangkan itu dengan ikan hasil pancingan yang digoreng oleh istri si bapak tua di bale-bale. dan tidur-tiduran di bale-bale itu sambil memandangi bintang-bintang di langit dan kunang-kunang yang terserak di atas pematang sawah. dengan cahaya yang berjalan-jalan di tiap ujung batang ilalang.

Peri Hutan memejamkan matanya. meresapi udara malam yang dingin dan kepergiannya yang nyaris sempurna. sepertinya ada sesuatu yang terlupa. bukan topi jaring-jaring bodohnya, tapi sesuatu yang lebih penting. entah apa, namun yang pasti perasaannya mengatakan ada sesuatu yang salah. ia tidak boleh pergi dengan cara seperti ini. mungkin besok atau lusa, ia harus kembali. menyelesaikan segala tetek bengkak di hutan bunga matahari.

lamat-lamat cahaya pudar dan terserap ke dalam lubang hitam di mata Peri Hutan yang terpejam. menjadi titik-titik cahaya kunang-kunang di alam mimpi Peri Hutan yang tenggelam di dalamnya dan tertidur pulas sendirian...

[*] Keep Fishin’ – Weezer (Maladroit)