Monday, October 09, 2006

Sorry Morry Dorry Don’t Worry be Happy!

Forgiveness is letting go of all hope of a better past” -- (Annie Lamont)

tidak perlu santet, pelet, atau cairan pel pembersih lantai untuk membunuh kuman-kuman dalam kehidupan. cukup dengan menerima, memaafkan, dan melupakan, lalu bukan sulap bukan sihir, tring! semua masalah beres. seluruh dendam luruh.

andai hidup semudah itu, mungkin seisi dunia perdongengan akan penuh dengan malaikat ceria yang menyenangkan. Peri Hutan selalu berkhayal punya tongkat sakti seperti ibu peri yang baik hati, yang bisa menyulap isi kepalanya supaya hanya dipenuhi oleh gulali warna-warni, lolipop, dan keripik kentang saja. supaya hidupnya jauh lebih gembira. sayang, hal itu hanya terjadi di dalam sinetron dan Peri Hutan hanya bisa gigit jari. siapa sangka cerita dari negeri dongeng juga bisa menyayat hati dan tak ubahnya dengan dunia manusia yang kejam?

akhir-akhir ini memang sulit menerka-nerka siapa yang masih patut dipercayai dan siapa yang tidak. juga bertarung melawan pikiran diri sendiri yang bisa membunuh jiwa perlahan-lahan. tapi benci bukan solusi. juga amarah dan sumpah serapah.

“Menyimpan rasa marah adalah racun. Menggerogotimu dari dalam. Kita mengira kebencian merupakan senjata untuk menyerang orang yang menyakiti kita. Tapi kebencian adalah pedang bermata dua dan luka yang kita buat dengan pedang itu, kita lakukan terhadap diri kita sendiri.”

rasa marah memang telah menghancurkan Peri Hutan sedikit demi sedikit. menjadikan mukanya peyot seperti ayunan reyot di depan rumah pohonnya. jadi mungkin jalan yang terbaik adalah menerima semua hal-hal tak menyenangkan yang telah terjadi di dalam hidup kita, memaafkan, dan lalu melupakan semuanya.

tapi segampang itukah? Peri Hutan jadi memikirkan nasib peri-peri lainnya yang mungkin masih bermain-main dan bernyanyi ‘merry go round’ di lembah Neverland milik Jagoan Perut Buncit seperti kawanan domba yang dicucuk hidungnya. dapatkah mereka memaafkan si Buncit begitu saja? jangan-jangan sampai sekarang mereka tak sadar telah dijadikan mainan penghibur di Neverland busuknya. atau mungkin mereka memang peri-peri kegatelan yang tak peduli karena asas “abang senang, kami girang”?

ukh, mengapa bisa semudah itu oknum yang sudah jelas-jelas bersalah menikmati kemerdekaannya? ongkang-ongkang kaki sambil kipas-kipas seenaknya? sedangkan maling ayam mengakhiri hidupnya dengan dibakar oleh massa yang beringas. atau tukang colong sandal di surau yang digebuki sampai babak belur oleh orang sekampung. padahal kehilangan seekor ayam atau sepasang sandal tidak akan membikin hutan bunga matahari bangkrut!

Peri Hutan agak menyesal. seharusnya ia tidak langsung menghabisi nyawa si Buncit hari itu. biar dia rasakan dulu penderitaan yang hebat. mungkin dengan memboyong massa dan menghasut mereka untuk membugili si Buncit dan kemudian mengaraknya keliling hutan bunga matahari. biar ia tahu rasa dan menelan bulat-bulat rasa malunya! dan kemudian dipotong anu-nya sampai melolong minta tolong. biar si goblok itu kapok. biar tak ada lagi yang tertipu. dan biar ia rasakan hidupnya tak berguna sampai mati.

Peri Hutan nyengir, matanya yang bulat itu berbinar-binar nakal. ia agak tak percaya juga bisa punya pikiran sejahat itu. bisa-bisa si Malaikat Peniup Sangkakala terperanjat ketika mendengarnya. kecewa karena si malaikat ceria yang selalu ia lindungi dan sayangi telah berubah jadi setan yang jahat. ah, peduli setan lah kalau begitu! bukankah yang lebih tahu apa yang harus dilakukan semestinya adalah yang empunya kehidupan itu sendiri? Peri Hutan jadi tambah penasaran, apalagi yang hidup bisa berikan padanya dan jadi apa ia karenanya. mungkin suatu saat nanti ia berubah jadi keledai, atau malah jadi rumput. tidak ada yang pernah tahu.

Peri Hutan selalu bertanya-tanya; sebenarnya untuk apa ia dan makhluk-makhluk lainnya di seantero hutan bunga matahari terlempar ke dunia perdongengan yang begitu menyayat hati ini? apakah sebagai penghibur dan pelipur lara Sang Pencipta yang sedang kebosanan dan kesepian? atau mungkin memang kita tercipta untuk belajar memaafkan dan menerima kenelangsaan di dalam hidup? supaya kita bisa lebih legowo, karena ketika itu banyak hikmah yang muncul dan toh hidup harus jalan terus.

lucu juga melihat garis hidup yang tiba-tiba berbelok tanpa pernah direncanakan, mempertemukan kita dengan orang-orang yang tak pernah kita duga, melengketkannya seperti ketan, lalu tiba-tiba berpisah begitu saja. juga mengartikan pertanda-pertanda, atau mengamati perubahan diri ketika mencoba untuk menyesuaikan dan menerima keadaan yang tiba-tiba berbalik 180° tanpa pernah disangka-sangka. hidup memang seperti lelucon. tanpa ada yang pernah mengerti betapa seluruh pilihan yang telah kita buat dapat mempengaruhi hidup orang lain. dan betapa sebenarnya kita yang terlempar ke dunia ini melakukan pencarian akan diri kita sendiri. atau mungkin juga memang sudah takdir kita hidup untuk memahami pilihan-pilihan yang telah dan akan kita buat di dunia?

No comments: