Friday, July 28, 2006

Peri Hutan Beli Hati Baru di Pasar Jumat

"aduh, aduh apa ini?", batin Peri Hutan.

ada hati berwarna merah meloncat-loncat dengan lincah di atas lapak warna biru.
"ya boleh-boleh, dipeleh-dipeleh dulu hatinya...!!!! yang cantik dimurahin, yang jelek dikarungin!!!!", jerit seorang pria berkaos kutang putih beleleran dengan muka penuh iler, khas lay-lay di Pasar Jumat.

hati berwarna merah itu loncat lebih tinggi dan mendarat di tangan Peri Hutan seakan memilih pembelinya.

"boleh dek, hatinya.. karena adek cantik saya kasih cuma 3 kantong bunga tujuh rupa saja deh.. biasanya 7 kantong bunga tujuh rupa nih...", kata si lay-lay tadi.

Peri Hutan ragu. ia memandangi hati berwarna merah yang meloncat-loncat di tangannya.
"ya sudah, saya beli 1", pinta Peri Hutan seraya memberikan 3 kantong bunga tujuh rupa pada si lay-lay itu.

semakin diamat-amati, Peri Hutan semakin puas. ia segera membuang hati lamanya yang sudah kisut dan penuh borok, lalu kembali ke hutan bunga matahari, meloncat-loncat riang sambil memeluk hati barunya.

Thursday, July 27, 2006

Siapa Ya?

hari ini sirkus datang ke kota! Peri Hutan yang suka keriaan mengajak teman-temannya si Kurcaci Penabuh Genderang, Lutung Lemas Rambut Kribo, dan Liliput Cadel untuk ikut bergabung. mereka berniat untuk menghabiskan hari itu di kota yang ramai.

Peri Hutan dan teman-temannya melihat aksi anjing laut yang jenaka dan gajah yang pintar akrobat. selain sirkus juga ada pasar malam. pasar malam yang menjual banyak gulali warna-warni, atraksi kembang api, lampu neon, dan mainan komidi putar.

sungguh hari yang membahagiakan bagi Peri Hutan. teman-teman baik dan keriaan pasar malam. walaupun hari yang menurut Peri Hutan hanya satu hari dari sekian banyak hari-hari di mana sirkus datang ke kota.

hingga pada suatu titik di mana Peri Hutan melihat dia. melihat seorang Juru Potret Keliling sewaan sirkus yang sedang asyik mengambil gambar kembang api yang menari-nari dengan indahnya di angkasa yang hitam dari kamera polaroid tuanya.

Peri Hutan memperhatikannya dengan seksama dari balik pohon. memperhatikan setiap gerak-gerik si Juru Potret Keliling yang sekarang sudah ganti mengambil gambar seorang anak kecil yang ingin berfoto dengan badut yang setinggi tiang jemuran ibunya. si Juru Potret Keliling tersenyum sambil memberikan foto yang sudah jadi kepada anak itu.

ah, agak iri rasanya melihat si Juru Potret Keliling itu dengan lihai mengabadikan setiap keindahan yang ada di depan matanya. pastinya ia bisa bebas pergi ke mana saja dan melihat banyak hal karena ia berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memotret. pastinya ia sudah pernah pergi ke banyak tempat yang indah di dunia dan semuanya terekam dalam kamera usangnya. Peri Hutan ingin sekali bercerita dan menanyakan banyak hal pada si Juru Potret Keliling itu. menanyakan banyak hal tentang kehidupan dan dunia yang mungkin belum pernah dilihatnya.

dulu Peri Hutan pernah bermimpi untuk pergi dari hutan bunga matahari, melihat dunia luas dengan hanya membawa satu ransel kecil, topi jaring-jaring bodohnya, dan kamera poket. persis seperi turis! ia selalu percaya dirinya berbeda dari semua penghuni lain di hutan bunga matahari dan merasa tidak pantas berada di sana seumur hidupnya. seharusnya ia mengarungi samudera yang luas atau mendaki bukit dan lembah dan mengabadikannya dalam kamera poketnya, sambil memilih-milih rumah barunya yang nyaman. entah itu di pinggir pantai atau di pegunungan. yang pasti tempat itu akan menjadi Neverland baginya. sampai akhirnya Peri Hutan sadar, ia, mau tidak mau, terjebak kembali ke dalam hutan bunga matahari. entah sampai kapan.

Peri Hutan masih terus memandanginya. sambil membatin di dalam hati, sepertinya ia pernah melihat Juru Potret Keliling di suatu tempat, suatu hari. siapa ya?

Monday, July 17, 2006

aku ingin mencintaimu dengan sederhana...

aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api,
yang menjadikannya abu...

aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada...

-sapardi djoko damono-

Thursday, July 13, 2006

Sepucuk Surat dari Alam Baka

di suatu sore yang cerah, berjalan-jalanlah si Kurcaci Penabuh Genderang dengan gagahnya menyusuri sepanjang jalan setapak di hutan bunga matahari. tidak lupa sambil membawa genderang di perutnya dan menenteng-nenteng dua stik drum bagus pemberian Peri Hutan.

stik drum baru dengan ukiran namanya yang terbuat dari kayu ceddar. tidak ada yang memilikinya di seantero hutan bunga matahari kecuali si Kurcaci Penabuh Genderang. tentu saja mahal. Peri Hutan sampai harus menukarnya dengan koleksi seribu untaian mahkota bunganya. makanya Kurcaci Penabuh Genderang bangga sekali dengan stik drum barunya itu.

sampai-sampai ia merasa sayang untuk memakainya bermain musik yang selalu disukai oleh Peri Hutan. tak diragukan lagi, Peri Hutan ngambek. untuk menghiburnya, Kurcaci Penabuh Genderang mau mengunjungi Peri Hutan di rumah pohonnya sore ini dan bermain musik lagi. biasanya sore-sore begini, Peri Hutan pasti sedang bermain-main dengan ayunan tuanya di depan rumah pohonnya dan bersenandung sambil berayun-ayun.

tapi kali ini Kurcaci Penabuh Genderang tidak mendengar suara senandung Peri Hutan. tadinya ia pikir wajar karena peri Hutan sedang ngambek. tapi makin mendekati rumah Peri Hutan, ia makin mencium bau asap yang menyesakkan. tanpa pikir panjang, Kurcaci Penabuh Genderang langsung panik dan menghambur ke rumah Peri Hutan yang tinggal beberapa meter lagi. ia pikir rumah Peri Hutan kebakaran.

tahu-tahu ketika sudah sampai di depan rumah Peri Hutan, ia malah melihat sahabatnya itu sedang asyik ngejogrok di halaman depan rumahnya sambil mengorek-ngorek timbunan sampah yang dibakar. tentu saja Kurcaci Penabuh Genderang keki.

“huh!! kupikir rumahmu kebakaran… lagi ngapain sih? biasanya kau tak pernah membakar sampah…”, tanya Kurcaci Penabuh Genderang keheranan.

“…ini… sedang membakar sepucuk surat dari alam baka…”, jawab Peri Hutan sambil masih mengorek-ngorek timbunan sampah itu supaya apinya merata. tatapan mata Peri Hutan kosong dan sama sekali tidak menggubris kehadiran sahabatnya itu.

tentu saja Kurcaci Penabuh Genderang kebingungan. tidak biasanya sahabatnya berlaku aneh seperti itu.
“memang dari siapa, sih?”, tanyanya lagi.

tidak dijawab.
“dari…”, Kurcaci Penabuh Genderang baru akan menanyakannya lagi ketika tiba-tiba Peri Hutan menjawab,
“dari si Jagoan Perut Buncit!”.
Kurcaci Penabuh Genderang melongo.
“Loh? bukannya kau sudah merobek-robek perutnya dengan stik drum-ku beberapa waktu yang lalu?”.

“yaaahh… tapi kurasa ia punya 9 nyawa. namanya juga jagoan…”, jawab Peri Hutan santai.

“bukan jagoan, tapi sok jagoan!! mau apa lagi sih si sok jagoan sinting itu?”, balas Kurcaci Penabuh Genderang malas-malasan.

“hahaha… mungkin dia ingin mengembalikan stik drum-mu yang sudah berlumuran darah…”, Peri Hutan menjawab sambil menggidikkan bahu dan melengos, lalu membuka pintu rumah pohonnya dan bersiap-siap membuat teh kayu manis dan mengeluarkan toples kue stik keju kering kesukaan Kurcaci Penabuh Genderang, meninggalkan sahabatnya itu yang masih melongo di sebelah timbunan sampah.

“bilang saja padanya aku sama sekali tak tertarik!!”, Kurcaci Penabuh Genderang balas menjawab sambil bergegas masuk ke dalam rumah pohon Peri Hutan, tidak mau kehabisan kue stik keju kering kesukaannya.

meninggalkan sepucuk surat dari alam baka yang pelan-pelan gosong jadi abu.

Wednesday, July 12, 2006

Hari Kunjungan ke Rumah Beruang Madu Muka Datar

hari ini adalah hari kunjungan Peri Hutan ke rumah Beruang Madu Muka Datar -- beruang madu aneh yang lebih suka blueberry daripada madu. makanya peri hutan tidak pernah membawa madu kalau berkunjung ke rumah Beruang Madu Muka Datar. ia selalu membawa blueberry. setoples penuh blueberry. kadang-kadang beruang madu memakannya dengan roti sebagai selai. tapi lebih sering lagi ia memakannya begitu saja, tanpa apapun. kalau di dunia manusia mungkin disebut ‘nyemil’.
seperti saat ini, Beruang Madu Muka Datar meraup blueberry banyak-banyak dengan tangannya yang bulat lalu memasukkannya ke dalam mulutnya yang kecil. mulutnya sampai belepotan selai blueberry, lalu ia menjilati tangannya yang juga belepotan selai laknat itu.


hiyeeekk..


bagaimana tidak, Peri Hutan sampai jijik dibuatnya. dalam hati ia berjanji tidak akan lagi membawa setoples blueberry kalau berkunjung ke rumah Beruang Madu Muka Datar.
akhirnya setelah selesai mengisi perutnya dengan blueberry dan menyeka mulutnya yang belepotan, Beruang Madu Muka Datar siap mendengarkan kisah Peri Hutan. kisah-kisah yang belum sempat diceritakan karena tempat tinggal mereka yang memang berjauhan; Peri Hutan di hutan bunga matahari, sedangkan Beruang Madu Muka Datar tinggal di gua lembah madu.


Peri Hutan mengadukan keluh kesahnya kepada Beruang Madu Muka Datar dengan sangat seru, sampai-sampai tangan dan kakinya bergerak tak terkendali. Beruang Madu Muka Datar, yang memang sudah mengenal baik sifat Peri Hutan, diam saja dan bereaksi datar. ia hanya mengangguk sesekali tanda mengerti dan memberikan respon seperlunya. tapi ketika Peri Hutan bilang ia sudah capek dan tidak mau bermain komidi putar di taman bermain lagi, Beruang Madu Muka Datar langsung tersedak dan bereaksi dashyat.


“APPAAA??!!! kau jadi malas bermain komidi putar lagi gara-gara si taik kucing berperut buncit itu???!!! itu kan impianmu sejak dulu…”.


Peri Hutan syok. belum pernah dilihatnya Beruang Madu Muka Datar semarah itu.


“dasar peri hutan berotak dungu dan dangkal!!! main saja kau sana dengan ayunan tua seumur hidupmu di hutan reyot itu!!!”, lanjut Beruang Madu Muka Datar lagi dengan berapi-api.


Peri Hutan merengut. tentu saja ia panas. kalau beruang atau makhluk lain yang melakukannya mungkin sudah disemprotnya habis-habisan. atau mungkin sudah dicolok matanya dengan ranting dari mahkota bunga di kepalanya sampai berdarah-darah.


tapi Peri Hutan sayang Beruang Madu Muka Datar. dan sahabatnya itu hampir selalu benar walaupun kata-katanya terkadang menyakitkan. Peri Hutan merenung. “benar juga, aku terlalu dangkal…masih ada Neverland yang lain dengan komidi putar yang jauh lebih bagus dan mungkin juga gulali yang lebih manis dan berwarna-warni di suatu tempat…”, batin Peri Hutan.


tentu saja Peri Hutan tidak mau menghabiskan seumur hidupnya di hutan bunga matahari dan hanya bermain-main dengan ayunan tua walaupun ia cinta tempat itu.


tiba-tiba Peri Hutan beringsut dan memeluk Beruang Madu Muka Datar, yang masih terengah-engah menahan amarah, sambil tersenyum.


“aku sayang kamu, Beruang Madu Muka Datar… lain kali kalau aku berkunjung lagi, kau akan kubawakan dua toples penuh blueberry yang manis…”

Tuesday, July 11, 2006

siblings in love

all I want is being your friend
your sister
your lover
so let us be siblings in love

hey hey
we’re siblings in love

sitting on a peak of our big maple at mom’s garden
in the house-tree that we’ve built
and screaming hey-ho to the world

hey hey
we’re siblings in love

walking along in an ordinary night
where the city never sleeps
and we’re surrounded by neons again

because all I want is being your friend
your sister
your lover
so let us be siblings in love

[11.07.06]

Friday, July 07, 2006

secret playground love

hello my mr ‘five days riot on a smiling road’
this is me and you’re i’m thinking of
don’t tell the world I can’t stop dancing-you can’t stop dancing-we can’t stop dancing
cause it never sleeps; watching us eyes into eyes
only silence might kill us
so let’s have our soul dance
under the rainbow curve where the rain drops hide us out of everything
and bring us to eden where we can have a little picnique and our food basket on the side

oh boy, you smell like summer,
blowing my dark black hair
and feels like the sun rolling into my pale skin
because you’re shining like a sunflower
make a chaos rumbling in my playground love
move me my heart jumps hohohop
and I hear a dadida in the corner of sunset
so let us dance again tiptaptoe under moonlight
and save it until the end of universe

[07.07.06]