Tuesday, August 29, 2006

Tembok Keajaiban

“ayo bangkit dari comberan!”


entah sudah berapa kali suara itu mengiang-ngiang di telinga Peri Hutan. suara yang sudah beberapa bulan terakhir ini menemani hari-harinya. ia sudah tahu sejak dulu, tak ada yang bisa menolongnya selain dirinya sendiri.

namun Peri Hutan tetap membiarkan dirinya tenggelam di dalam kenelangsaan. jauh terbenam ke dalam comberan yang bau. memang tak ada yang lebih menyenangkan selain menikmati ironi kehidupan: pengkhianatan, penipuan, pelecehan, perasaan disia-siakan, rasa sakit, dan kekecewaan yang begitu mendalam. setidaknya ia tetap hidup di dalam ketenggalamannya. menikmati setiap rasa sakit dan sesak di dadanya ketika hanya air busuk yang tertelan dan tak ada udara yang bisa terhirup.

setidaknya itu lebih baik ketimbang si Buncit Bangs*t yang terus membunuh perasaannya sendiri dari hari ke hari. kini ia tak lebih dari sekedar orang tolol yang menganggap dirinya pintar, sama halnya dengan cecurut yang mengira dirinya harimau di mata Peri Hutan. terkadang butuh waktu yang cukup lama untuk memahami apa yang terjadi dan benar-benar mengerti tentang suatu hal. dan ia puas meresapi kematian si Buncit itu di tangan dan hatinya.
namun seperti yang kita ketahui, kematian selalu menimbulkan lubang yang besar bagi siapapun. dan itulah yang sekarang tengah terjadi pada dirinya. jiwanya melayang-layang tanpa bobot karena ada sebuah lubang yang besar di tengah-tengah.

Peri Hutan harus bertahan agar lubang itu tidak semakin membesar dan perlahan-lahan mengikis dirinya, menjadikannya buih-buih dan hilang menguap di udara. bahkan ia nyaris kehilangan dirinya karena itu, juga karena terlalu sibuk mencari-cari sesuatu di luar sana yang baru disadarinya ternyata semuanya berakar pada dirinya sendiri.

sejenak Peri Hutan sempat mengubur dalam-dalam harapan dan impian lamanya. ia sudah terlalu putus asa untuk itu. namun hidup adalah perjuangan dan hanya orang-orang yang memperjuangkan apa yang diyakininya-lah orang-orang yang benar-benar hidup. apapun risikonya.

“apakah kehidupan ini memang ada skenarionya? entahlah. aku ingin tahu adakah suatu cara yang praktis untuk menjadi bahagia, yang lebih instant dan tidak membutuhkan bumbu ironi.” – Seorang Wanita dengan Parfum Eternity [Seno Gumira Ajidarma]

ada. namun bukan itu jalan yang akan dipilihnya. sepanjang hidupnya ia hanya mau Neverland dan ia akan terus menggenggam harapan menemukan tempat itu walaupun untuk memperolehnya harus melalui neraka yang penuh dengan lidah api. walaupun untuk itu banyak yang mencibirnya dan menatap dengan kasihan. ia tidak mau mencari jalan pintas untuk memperolehnya. karena sesuatu yang terlalu cepat didapat juga akan dengan cepat menghilang.

hanya saja yang menakutkannya adalah apakah yang dinginkannya juga yang dibutuhkannya? butuh waktu seumur hidup untuk mencari tahu. kalaupun toh segala sesuatunya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, Peri Hutan telah menerima takdir bahwa di dalam hidup ini tak bisa menggantungkan seluruh hidup kita pada orang lain setiap saat. dan di dalam hidup ini setiap manusia berjalan sendirian. begitu pula ketika kelahiran yang mengantar dan kematian yang menjemput.

“dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang... seperti dunia dalam pasar malam. seorang-seorang mereka datang... dan pergi. dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana” – Bukan Pasar Malam [Pramoedya Ananta Toer]

yang terpenting sekarang Peri Hutan telah bangkit dari comberan yang selama ini membelenggunya dan sedang menapaki tembok keajaiban penyelamatnya. walaupun ternyata tembok besar itu tak sekokoh kelihatannya. tapi ia tak terlalu ambil pusing.

ayo bodoh, kita bersenang-senang dan menyanyi lagi!!!

“There are many things that I would like to say to you but I don't know how... Because maybe you're gonna be the one who saves me ? And after all you're my wonderwall ...” [*]
[*] Wonderwall – Oasis ((What's The Story) Morning Glory?)

Monday, August 21, 2006

Lamunan Jamban

"slowly down the avenue… and the irony of liking you…" [*]

ironis : kenyataan bahwa kita menyukai seseorang dalam diam, lalu mengharap dalam kesunyian. perlahan-lahan perasaan itu merambat dari degupan tak karuan di dada menjadi serangan yang melilit perut seperti panggilan alam di pagi hari.

memang ironis : perasaan seolah-olah mengenal orang itu atau lebih dangdutnya lagi yakin bahwa orang itu semacam belahan jiwa kita yang tercecer entah di mana dan tanpa sengaja (atau mungkin pada akhirnya) kita temukan, padahal bisa saja itu terjadi berulang-ulang pada siapapun yang kita temui. asal waktunya tepat dan reaksi kimianya pas.

tapi kita sudah terlanjur mengkhayal-khayal, berharap-harap cemas; persis seperti menunggu pengumuman hasil SPMB; supaya orang itu menyadari keberadaan kita. tak ada yang dilakukan sepanjang hari selain berbaring bermalas-malasan di atas kasur sambil memikirkan orang itu sepanjang hari. mau menghubungi gengsi. akhirnya menghubungi dengan terlebih dahulu bersusah payah membuang jauh semua tetek bengkak permasalahan harga diri tapi tak ada respon. serba salah. setelah itu larut dalam penyesalan karena tak bisa menahan diri sambil membenamkan muka ke bantal karena toh hasilnya sama saja.

tiba-tiba perasaan aneh menggerayangi dan menghantui sepanjang malam, membuat mata melek walaupun tidak diganjal kopi. perasaan aneh ingin bertemu walaupun tidak tahu mau menanyakan apa; rasanya sudah tahu tentang dirinya sebelum ia sempat menceritakan apapun. perasaan aneh untuk duduk berdampingan dengan orang itu sambil terpekur menikmati semilir angin. duduk-duduk saja tanpa sepatah kata pun terucap. setidaknya cukup untuk mengetahui bahwa ada lengan yang kokoh untuk menyender ketika kita lelah dan bahu yang tulus untuk kita menangis ketika semua beban yang ada terasa begitu berat. cukup untuk mengetahui ada kehangatan yang menjalar dari setiap hembusan nafas. atau sekedar kehadiran untuk menemani makan es krim yang dingin dengan M&M bertaburan di atasnya di Sarinah Thamrin. selanjutnya yang ada hanya keakraban di dalam kesunyian…

"I love you and you love me… we’re gonna make a big family…" [*]

sayup-sayup masih terdengar lantunan merdu sebuah tembang dari Sore dan Peri Hutan meringis pilu, sembari menyiram jamban yang sudah didudukinya dari tadi sampai pantatnya terasa kesemutan, melarutkan semua ampas dan lamunan-lamunan yang ada ke dalam lubang hitam pekat.

rupa-rupanya Ade Paloh mengigau saat menulis lagu itu. atau mungkin memang tidak ada buah-buahan bagi Peri Hutan untuk hari ini??

[*] No Fruits for Today – Sore (Centralismo)

Thursday, August 17, 2006

Surga Kue Keju dan Selai Berry Biru

BEBAASS!!!

MERDEKAAA!!!

apakah sebenarnya makna kebebasan itu? orang-orang seperti kebakaran jenggot meneriakkan kebebasan dan kemerdekaan mereka namun tidak ada yang benar-benar tahu apa makna dari kebebasan atau kemerdekaan itu sendiri.

Peri Hutan sendiri telah berjuang sepanjang hidupnya untuk memperoleh kebebasan itu. kebebasan untuk pergi ke mana pun ia suka, kebebasan untuk memilih apapun yang ia kehendaki, kebebasan untuk memperjuangkan apa yang diyakininya, kebebasan untuk memperoleh keberanian menjalani kehidupan yang tak pernah pasti. ironisnya yang terjadi sekarang ini, bahkan untuk memperjuangkan apa yang diyakini oleh seseorang pun adalah sesuatu yang tidak mudah. padahal pilihan untuk menjadi berbeda saja sudah sulit. harus terlebih dahulu melalui proses panjang pertarungan melawan diri sendiri.

Peri Hutan muak. sejak dulu, terlalu sering ia diombang-ambing oleh harapan orang-orang di sekitarnya. harapan untuk selalu menjadi yang terbaik, panutan, sosok yang sempurna. padahal kita semua tahu tak ada kesempurnaan di dunia yang fana. ini membuatnya akrab dengan kepura-puraan di hadapan orang-orang yang selalu berharap terlalu banyak padanya. dan siapapun yang mengalaminya pasti tidak dapat menghindari kehausan akan pengakuan dari dunia hanya untuk membuat diri mereka tenang dan tidur nyenyak di malam hari sambil bermimpi indah. semakin lama dosisnya semakin bertambah dan bertambah dan lama kelamaan mereka akan berakhir sebagai orang rakus yang tak pernah puas. lalu tidak akan ada lagi tidur-tidur nyenyak di malam hari dan mimpi-mimpi indah karena dikuasai ketakutan-ketakutan, perasaan terancam, dan kosong.

sangat mengerikan. bukan kehidupan seperti robot tadi yang diimpikan oleh Peri Hutan. dan yang pasti juga bukan kehidupan yang dipilihkan orang-orang terdekatnya dan menjadi budak dari keinginan mereka yang merasa tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan hidupnya. ia terlahir di dunia ini untuk berjuang, walau terkadang atau mungkin sering tanpa hasil.

lagi-lagi apa itu makna kebebasan, Peri Hutan tidak terlalu mengerti. karena makna kebebasan bagi setiap orang berbeda-beda tergantung dari segi apa orang itu mengimaninya dan ke mana pengalaman hidup telah membawanya. yang ia tahu, di sebuah buku karangan Paulo Coelho yang pernah dibacanya; kebebasan itu bukanlah ketiadaan tanggung jawab, melainkan kemampuan untuk menentukan pilihan dan melibatkan diri pada apa yang terbaik untuknya. dan yang jelas tak ada kebebasan yang mutlak. karena apapun pilihan yang telah kita tentukan bagi diri sendiri, juga kita tentukan bagi orang lain di sekitar kita.

hhh, adakah sebuah tempat yang benar-benar kekal abadi, yang takkan lekang dimakan jaman? entahlah. yang pasti Peri Hutan sedang lelah untuk berlari dari hutan bunga matahari-nya. ia tidak bisa membaca peta dan tentu saja akhirnya selalu tersesat dan ujung-ujungnya kembali lagi ke sana. lagipula tak ada gunanya pergi dari sana dengan tujuan mencari sesuatu secara membabi-buta. takkan ada hasilnya ketika kita pergi dengan tujuan hanya untuk menghindar dari sesuatu. lalu ia teringat akan suatu hal. kata-kata kunci ini : untuk menemukan orang atau sesuatu yang kau cintai, maka kau harus menemukan dirimu sendiri terlebih dahulu.

Peri Hutan menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak terlalu gatal. seperti biasa, otaknya yang bodoh kurang mampu mencerna kata-kata atau ungkapan yang terlalu sulit. ia mengira-ngira mungkin maksudnya adalah ia harus melihat jauh ke dasar lubuk hatinya untuk menemukan jawabannya dan apa yang diinginkannya melebihi apapun. mungkin. dan yang dilihatnya adalah peri-peri sebodoh dan seautis dirinya yang ia cintai dengan muka cemangcemong penuh mentega sedang melompat-lompat gembira, asyik berguling-gulingan di atas surga kue keju dan selai berry biru, sambil melambai-lambaikan tangan mereka memanggil dirinya.

Peri Hutan segera berlari ke arah peri-peri bodoh dan autis tadi dan bergabung dengan mereka, tertawa-tawa dan berguling-gulingan sampai mukanya cemongan. bahagianya memiliki dunia mereka sendiri. dunia di mana surga dan neraka tak pernah ada. dunia di mana ia tak perlu berpura-pura; bisa mengeluarkan sumpah serapah tanpa takut ada yang terluka, menjadi bodoh tanpa dihukum, dan menertawakan kebodohan diri sendiri sampai malam bosan dan pamit. dan dunia penuh kebahagiaan yang tak pernah semu di mata Peri Hutan. walaupun kebahagiaan ini tidak bisa setiap hari dinikmatinya. mungkin inilah salah satu makna kebebasan yang selama ini dicarinya.

dan Peri Hutan meniup kelima lilin yang terpancang di atas surga kue keju dan selai berry biru tadi sambil memejamkan matanya, memohon 10 tahun lagi kebersamaan dan kebahagiaan itu... bersama peri-peri bodoh dan autis yang tak pernah bertambah tua seperti dirinya.

Wednesday, August 09, 2006

Menambal Sulam Hati Baru Peri Hutan

jadi apa yang membuat Peri Hutan akhir-akhir ini murung dan pundung sepertinya sedikit lagi akan terpecahkan. kegilaan yang dialaminya karena tidak berhasil mengkomunikasikan apa yang ada di pikirannya walaupun ia benar-benar mengerti dan paham apa yang dirasakannya akan segera berakhir.

petunjuknya adalah hari-hari di mana Peri Hutan bekerja keras membanting tulang dari pagi hingga malam hanya supaya ia punya sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan dan dipikirkan. padahal ia sendiri tidak terlalu memerlukannya. ia masih punya banyak waktu untuk berleha-leha selama beberapa tahun ke depan. tidak ada mulut yang harus diberinya makan kecuali dirinya sendiri. atau hari-hari di mana ia mati-matian membentuk citra diri yang bagus hanya supaya semua orang di hutan bunga matahari dan sekitarnya memandangnya dengan kagum dan iri. supaya tidak tahu dirinya juga sebenarnya setali tiga uang dengan mereka. sama-sama dipenuhi ketakutan-ketakutan tentang hidup dan masa depan.

juga malam-malam di mana ketika ia terbengang-bengong di padang ilalang ditemani kambing-kambing yang kurus ceking karena tidak bisa tidur. kambing-kambing yang sekurus ceking dirinya.

hari-hari di mana ia memainkan peranan sebagai seorang Peri Hutan yang kuat dan mampu melindungi dirinya sendiri, serta tiada hari tanpa cengangas-cengenges tertawa-tawa gembira, berganti menjadi malam-malam di mana ia sadar sebenarnya ia hanyalah seorang Peri Hutan cengeng dan lemah yang bahkan tak mampu membendung air matanya sendiri melawan rasa sepi yang bertubi-tubi menghampirinya. dan juga kenyataan bahwa semua yang dilakukannya sepanjang hari tadi hanya untuk menutup-nutupi keadaan jiwanya yang hampa. kosong seperti seonggok karung goni di sudut gudang yang gelap dan berdebu. persis seperti yang telah diramalkan oleh si Malaikat Peniup Sangkakala, yang khawatir dengan pola hidup Peri Hutan yang semakin amburadul, beberapa waktu yang lalu.

ingin rasanya Peri Hutan makan semua rumput yang ada di padang ilalang dan menjadi headline di koran keesokan paginya bahwa ditemukan seorang peri hutan yang bodoh tergeletak tak bernyawa di padang ilalang karena di dalam tubuhnya ditemukan banyak zat beracun akibat terlalu banyak menelan rumput.
atau ditemukan seorang Peri Hutan putus asa yang sudah tak bernyawa karena menggantung dirinya di ayunan depan rumah pohonnya. lalu seantero hutan bunga matahari akan membahas mengenai kejadian itu dan mempergunjingkannya selama seminggu. bergosip dan berspekulasi mengenai apa yang baru saja terjadi, hal apa yang menimpa Peri Hutan sehingga ia bisa berbuat senekad itu: mengakhiri hidupnya yang singkat ini di hutan bunga matahari yang indah.

lalu orang-orang akan mendatangi si Kurcaci Penabuh Genderang untuk menanyakan perihal itu dan berharap-harap cemas di dalam hati jawaban yang diberikan oleh sahabatnya Peri Hutan itu haruslah sensasional dan menggemparkan, seperti misalnya Peri Hutan ternyata hamil di luar nikah lalu memutuskan gantung diri karena pria yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab atau ia putus asa karena banyak hutang dan tak bisa melunasinya di saat jatuh tempo.

tapi Kurcaci Penabuh Genderang hanya akan diam dan melengos di depan orang-orang yang haus gosip itu, dan seminggu kemudian orang-orang di hutan bunga matahari menjalankan aktivitas mereka seperti biasa, melupakan kejadian menggemparkan itu dan bahkan lupa bahwa pernah ada makhluk bernama Peri Hutan yang tinggal di sana.

padahal Peri Hutan sudah membeli hati baru di Pasar Jumat. tapi ternyata hatinya yang baru itu hampir mirip seperti yang lama. rasanya seperti ketiganya berhadapan. seperti bercermin dan mereka semua adalah taik kucing yang sama. Peri Hutan, hatinya yang lama, dan hatinya yang baru. semuanya bau busuk dan penuh lalat. persis seperti lingkaran setan yang menghantui hidup Peri Hutan. dan apa yang ditakutkannya terjadi sudah. ia kembali dihadapkan pada dua pilihan menyebalkan. hari-hari penuh nikmat dan sengsara yang bisa saja membuatnya kembali terpuruk bahkan lebih dalam dari sebelumnya di dalam lobang yang sama atau malah menemukan Neverland yang dicarinya selama ini. berdampingan dengan hari-hari suram tak berkesudahan di mana Peri Hutan pundung dan murung. pilihan yang sulit. andai hidup tidak penuh dengan cabang-cabang yang penuh jebakan. andai hidup tidak perlu memilih.

dan Peri Hutan memilih untuk duduk manis di ayunan depan rumah pohonnya sambil menambal hati barunya yang agak bolong dengan jarum dan benang sulam warna merah jambu kepunyaan mendiang neneknya yang semasa hidupnya sangat suka menyulam syal.

Monday, August 07, 2006

A Quote by Seno

"…Barangkali kita justru harus bersyukur jika sempat mengecap apa yang disebut kesedihan. Itu membuktikan bahwa kita setidaknya masih punya perasaan. Banyak orang di dunia ini menderita begitu hebat, sehingga harus mengikis perasaannya sendiri. Supaya tidak perlu mengakui dirinya kesepian. Supaya tidak perlu takluk pada keterasingan."


[*] Bab 14. Seorang Wanita dengan Parfum Poison.
Seno Gumira Ajidarma – Jazz, Parfum, dan Insiden.

Sunday, August 06, 2006

Peri Hutan dan Kambing-Kambing Ceking di Padang Ilalang

pernah dengar cerita bahwa Peri Hutan sudah malas mencari Neverland baru, bosan bermain komidi putar, dan eneg makan gulali warna-warni yang manis? cerita bahwa ia bahkan tidak tahu lagi apa itu Neverland atau benarkah itu yang selama ini dicarinya? ternyata cerita itu bukan sekedar kabar unggas, jilatan jempol, atau gosip bencong semata!

Peri Hutan sudah benar-benar muak mencari. toh jika sudah menemukannya pasti akan muncul permasalahan yang baru: B O S A N. ah, masa bisa bosan? entahlah, yang pasti Peri Hutan hanya bisa menerka-nerka dan berkhayal sepanjang hari, seperti yang sedang dilakukannya sekarang, karena ia sendiri belum pernah benar-benar menemukan Neverland yang selama ini dicarinya. mungkin juga ia sedang berlari dari kenyataan yang ada dan mencari-cari alasan yang masuk akal supaya tidak perlu terlalu bersedih sepanjang hari. tetapi hal itu tidak penting lagi bagi Peri Hutan karena sebagian dari dirinya beserta harapan-harapannya sudah mati, bersamaan dengan tumbangnya si Jagoan Perut Buncit di Neverland-nya.

kalaupun sekiranya ada yang mirip-mirip dengan Neverland itu, bukannya tidak mungkin tempat itu palsu seperti yang sebelumnya. ukh, terlalu banyak yang palsu akhir-akhir ini. rambut palsu, gigi palsu, bahkan tetek palsu!

selain itu terkadang menjalani hidup tidak semudah yang dibayangkan. sama seperti memaafkan dan melepaskan sesuatu yang bukan milik kita dengan hati yang ikhlas. semoga saja Tuhan memaafkan Peri Hutan yang telah memburai isi perut Jagoan Perut Buncit kemarin dulu, jika itu termasuk dosa. juga pilihan dan tekad Peri Hutan untuk lebih baik masuk neraka daripada menginjak tanah yang sama dengan si Buncit BANGS*T di surga, jika tempat itu memang ada.

B O S A N. Peri Hutan bosan mencari dan tertipu. lalu bosan menunggu. setelah itu bosan berharap. dan terakhir bosan mengkhayal. Peri Hutan kesepian. si Kurcaci Penabuh Genderang sedang asyik memainkan musik pengiring untuk Balerina-nya. ah, semoga si Kurcaci Penabuh Genderang hidup bahagia. Peri Hutan turut senang melihatnya walau iri juga terkadang mendengar cerita-cerita dan harapannya. dunia memang tidak seempuk daun kelor buat semua orang. dan Peri Hutan termangu sendiri di hamparan padang ilalang yang luas, ditemani kambing-kambing ceking yang sedang makan rumput.

lalu Peri Hutan melantur; daripada makan gulali warna-warni yang manis sampai mabok, mungkin lebih baik mabok makan rumput. setidaknya ada kambing-kambing ceking yang menemani. dan muntah bersama ketika rasa pahitnya tidak sesuai dengan harapan.