Tuesday, October 16, 2007

Let’s Play DEAD!


“Darling stop confusing me.

With your wishful thinking,
hopeful embraces.

It's sometimes just like sleeping,
curling up inside my private tortures.
I nestle into pain,
hug suffering,
caress every ache.

I play dead.
It stops the hurting.” [Play Dead – Bjork (Volta)]





ada beberapa cara untuk MATI tanpa mengeluarkan darah.

bisa dengan meminum sebotol pil tidur pada malam hari, maka akan dipastikan keesokannya kita tidak akan pernah terbangun. bisa juga dengan menggantung diri di sebuah batang pohon yang kokoh; hanya dalam waktu beberapa detik saja, seonggok nyawa akan berubah menjadi sebuah nama di batu nisan. atau bisa juga dengan terjun bebas ke dalam sungai yang airnya sedingin es dan alirannya deras dari sebuah jembatan. kita tak akan pernah merasakan kedinginan atau sesak napas karena beberapa meter sebelum terjun ke dalam air, jantung kita telah hancur berkeping-keping terlebih dahulu.

cara yang terakhir tadi akhirnya dipilih oleh Peri Hutan untuk mengakhiri cenut-cenut di kepala dan pegal-linu yang dirasakan sekujur tubuhnya beberapa waktu belakangan ini. ia tak perlu membuat gempar seluruh penghuni hutan bunga matahari dengan kematiannya yang mendadak. apalagi merepotkan mereka untuk mengurus mayatnya nanti. biar saja tubuhnya membusuk di dalam air dan jadi makanan ikan. tak usah mengeluarkan biaya pemakaman atau kremasi. ia memang akan pergi dengan meninggalkan misteri besar dan membuat semua orang berspekulasi mengenai kepergiannya tersebut. tapi tak apa, bukankah itu salah satu cara untuk membuat orang terus mengenang dan mengingat dirinya?

Peri Hutan sudah berada di ujung jembatan kayu, yang terbentang di atas Sungai Mimisippi. sungai yang airnya sebeku es dan arusnya sangat deras. konon, kata banyak orang, tak ada yang bisa bertahan dari deras arus dan dinginnya air Sungai Mimisippi tersebut. ia tak gentar, walau bunyi kayu yang berderit-derit di belakangnya serasa menyayat-nyayat hati siapapun yang mendengarnya. tapi tak ada satupun hal yang dapat menciutkan nyalinya saat ini, tidak juga goyangan jembatan yang sejak tadi mengiringi irama derit kayu.

akhirnya Peri Hutan sampai juga di tengah-tengah Sungai Mimisippi. tepat di tengah-tengah, posisi yang sengaja ia pilih untuk menghindari kegentaran hatinya yang tiba-tiba ingin ngacir untuk membatalkan aksi nekatnya tersebut. sembari tangan kirinya memeluk separuh hatinya yang ada di dalam toples, tangan kanannya memegang tambang erat-erat guna mencapai sisi luar jembatan kayu. perlahan-lahan namun pasti, kini ia telah berada di luar sana. dengan kedua tangannya, ia melempar toples yang sejak tadi dipeluknya. satu…dua…tiga…empat…lima…enam…tujuh…, dan byuuuurr!!! toplesnya menghilang tertelan arus deras. “berarti aku hanya punya waktu tujuh detik sebelum semuanya berakhir,” pikirnya. lalu Peri Hutan melompat tanpa ragu sambil membentangkan tangannya.

pertama-tama, ia memang memejamkan matanya. tapi kemudian ia berpikir, “ah, sayang sekali kalau aku menutup mataku ketika bisa melihat pemandangan yang sebegitu indahnya sebelum tenggelam sampai dasar!” jadi ia membuka matanya sambil melayang-layang di udara. terbang bebas, persis seperti yang selalu diinginkannya. namun sayang, grativitas tak pernah menjadi kawannya. makin lama tubuhnya tertarik ke bawah. meluncur tanpa ampun, seperti seluruh ingatannya yang tiba-tiba berlintasan dengan sangat cepat.

ia bisa melihat dirinya berlari sambil menangis menuju hutan bunga matahari kembali seusai meninju perut buncit si Jagoan Perut Buncit di Neverland-nya; dirinya menghambur masuk pagi-pagi buta untuk membangunkan si Kurcaci Penabuh Genderang yang masih penuh belek, ke dalam batang pohon oak miliknya; dirinya beradu lompat di deretan daun teratai dengan si Kodok Cabul; dirinya makan selai blueberry dengan Beruang Madu Muka Datar sampai belepotan; dirinya berguling-guling di surga kue keju dan selai berrybiru dengan peri-peri bodoh dari negeri aneka ragam; dirinya tertawa-tawa sambil melompat-lompat riang di atas trampolin dengan Peri Topi Lebar dan Peri Tukang Nyengir; dirinya memakai topi rajut hijau dengan bordir burung hantu yang lucu bikinan Serpina Sipirili; dirinya dibopong oleh si Kades Bertubuh Kentang sewaktu jatuh dari ayunan reyotnya; dirinya didorong dengan kursi roda bikinan Asisten Kades Senyum Tiga Jari berkeliling-keliling hutang bunga matahari; dan dirinya duduk-duduk di padang ilalang menunggu sepotong senja yang lewat bersama si hati baru.

ia melihat seluruh rentetan peristiwa tersebut dengan jelas, yang membuatnya tersenyum dan bersyukur pernah hidup. “ah, ternyata hidupku lumayan juga…” dan lalu Peri Hutan merasakan jantungnya berhenti berdetak sebelum sempat merasakan dinginnya air Sungai Mimisippi.

5 comments:

farid said...

wah..jadi si peri hutan mati dong lalu masih berkarya gak..gw nungguin tulisan anda bu keren dan lucu2..oh ya kasih saya nama panggilan juga dong se unik asisten kades atau jagoan buncit..hehehe

Anonymous said...

ow ow ow this the end of the story..
hiks hiks hiks....

btw ada yang unik nih buat para bloger biar bisa tambah duit sapa tau lo berminat coba gabung aja di kumpulblogger.com
nanti blog lo dicantumin disitu trus kalo ada advertiser yang masang iklan di blog perihutan, lo bisa dapat persen...

Anonymous said...

cie fanny dah gabung di kumpulblogger.com...
ayo lanjutin fanny semangat...
btw mungkin gak peri hutannya bangkit dari kubur hahahaha.. trus gentayangan sambil bawa2 toples yang isinya hati hahahahah

peri hutan penghuni hutan bunga matahari said...

terima kasih aril! :)
hum, males ah nanti jadi kismis lagi! ahahahahaha

Anonymous said...

Faniii...

Peri Hutan yang sangat pandai berdongeng! gw suka bacanya, lucu gitu. hahaha... tapi blom sempet baca semua ni... bikin buku dooong... gw dukung selalu! ntar kalo uda terbit kasih gw satu ya... hehehe...

btw, thanks buat kritiknya! kritik gw trus ya!!! hehehe... ada cerpen baru di blog gw. kalo sempet baca n kasih komen ya. hehehe...

c u!



_aL_