Wednesday, June 28, 2006

Hari Pembalasan itu Akhirnya Datang

"mengapa Peri Hutan? mengapa kau lakukan ini kepadaku???", Jagoan Perut Buncit terengah-engah, matanya melotot tak percaya. nafasnya tinggal 1-1.
ia melihat ke bawah, ke arah perutnya. tampak kedua tangan Peri Hutan yang kecil menggenggam dua stik drum yang ditusuk-tusukkan ke perutnya yang buncit. stik drum yang dipinjamnya dari si Kurcaci Penabuh Genderang, sahabatnya. darah dimana-mana. perut di Jagoan Perut Buncit menganga lebar. isi perutnya terburai kemana-mana.
Peri Hutan balas memandang wajah Jagoan Perut Buncit, yang masih tak percaya dengan perbuatannya, dengan dingin. pandangannya kosong, namun ekspresi wajah Peri Hutan penuh dengan kebengisan. ekspresi yang selama ini tak pernah ditunjukkannya pada siapapun.
dalam hitungan detik Jagoan Perut Buncit tumbang. disaksikan oleh komidi putar, gulali-gulali berwarna-warni mentereng dan sepotong senja yang lewat. tubuhnya yang besar menghantam tanah, membuat seantero Neverland berguncang hebat. semerbak bau anyir darah mengundang lalat-lalat menghinggapi luka di perutnya yang menganga.
tiba-tiba ekspresi wajah Peri Hutan berubah. ekspresi wajah yang tadinya penuh kebengisan perlahan berubah menjadi keraguan dan penyesalan ketika menyaksikan Jagoan Perut Buncit yang sudah tergeletak tak bernyawa.
...
"ah, sial... apa yang kulakukan?? seharusnya aku tak menggunakan stik drum itu... sekarang pasti sudah tak bisa digunakan lagi!!!", jerit Peri Hutan sambil memandangi stik drum penuh darah yang masih tertancap pada perut Jagoan Perut Buncit.
"gawat, Kurcaci Penabuh Genderang pasti bakal sangat marah padaku. ia takkan bisa main musik lagi tanpa stik drum itu.", lanjut Peri Hutan panik.
Peri Hutan berpikir keras dan akhirnya menemukan sebuah ide cemerlang.
"ah, akan kubelikan saja Kurcaci Penabuh Genderang stik drum baru dari kayu ceddar yang bagus. lagipula punyanya yang lama sudah tak layak pakai.", katanya sambil melirik stik drum yang berlumuran darah itu.
lalu Peri Hutan berbalik meninggalkan Jagoan Perut Buncit yang tergeletak dengan isi perut terburai di Neverland-nya menuju hutan bunga matahari sambil bersiul-siul riang.

Tuesday, June 20, 2006

Kembalinya Peri Hutan ke Hutan Bunga Matahari

Peri Hutan berlari dan terus berlari. belum pernah ia lari sejauh ini dalam hidupnya. di dalam benaknya terbayang-bayang hutan bunga matahari yang hangat dan nyaman. perlahan-lahan satu per satu bayangan teman-temannya menari-nari.

ia rindu sekali dengan teman-temannya. Peri Hutan rindu mendengarkan lawakan-lawakan Kodok Cabul yang konyol dan menari-nari bodoh sambil bergandengan tangan di atas daun teratai, rumahnya. Peri Hutan rindu bertengkar dengan Lutung Lemes Rambut Kribo dan Liliput Cadel sampai capek dan akhirnya mereka bertiga bergelantungan bersama di sulur untuk melepas lelah. Peri Hutan rindu bermain dengan Tupai Monyong Tukang Manyun dan Monyet Berponi Penggerutu yang sebenarnya sangat lucu dan bisa membuat Peri Hutan tertawa sampai berguling-guling karena tidak tahan melihat ulah mereka. Peri Hutan rindu dengan Tante Jamur Pesolek dan Tante Kelinci Mulut Usil yang sudah dianggapnya seperti tante sendiri. Peri Hutan rindu memeluk Pohon Beringin Muka Teduh yang besar dan tertidur pulas di rantingnya yang kokoh. Peri Hutan juga rindu sekali mendengarkan musik merdu yang dimainkan oleh Kurcaci Penabuh Genderang dari genderang buluknya. dan lagipula, kalau diperhatikan lebih lanjut genderangnya tidak sebuluk yang Peri Hutan bayangkan.

tiba-tiba air mata menetes dari kedua bola mata Peri Hutan. makin lama makin deras. padahal ia sangat jarang menangis. Peri Hutan segera menyeka pipinya. ia merasa matanya kelilipan. seperti ada sejumput rambut yang menusuk-nusuk matanya. ia heran. benar saja, masih ada sejumput rambut Peri Gigi yang copot di tangan yang tadi dipakainya untuk menyeka air mata.
“ikh...”, cepat-cepat Peri Hutan membuang sejumput rambuit itu, lalu mempercepat larinya. Yang ada di benaknya hanya ada satu tempat : rumah si Kurcaci Penabuh Genderang. dari kejauhan ia sudah bisa melihat kawanan bunga matahari berwarna kuning cerah yang tinggi menjulang.

tak berapa lama Peri Hutan tiba di rumah si Kurcaci Penabuh Genderang yang tinggal di dalam batang pohon oak.

“Kurcaci Penabuh Genderang!! buka pintu, ini aku!!!”, seru Peri Hutan sambil menggedor-gedor pintu rumah Kurcaci Penabuh Genderang dengan semena-mena, tidak peduli saat ini merupakan jam tidur siang si Kurcaci Penabuh Genderang.

“Peri Hutan??”, tanya Kurcaci Penabuh Genderang, sambil mengucek-ngucek matanya karena tak percaya sahabatnya itu muncul lagi setelah beberapa lama menghilang. Sekalian membersihkan belek-belek di matanya yang menganggu pandangannya.

“ada apa? kau baik-baik saja kan?”, tanya si kuracaci Penabuh Genderang lagi sambil terheran-heran, terlebih setelah melihat mata sahabatnya yang sembab.

“aku pinjam stik drum-mu donk!!”, pinta Peri Hutan sambil menghambur masuk ke dalam rumah Kurcaci Penabuh Genderang yang sumpek.

“ha??”, Kurcaci Penabuh Genderang menggaruk-garuk kepalanya. “buat apa?”, tanyanya lagi dengan ekspresi wajah yang bodoh.

“ah, sudahlah... aku pinjam sebentar ya!”, seru Peri Hutan lagi setelah menemukan stik drum si Kurcaci Penabuh Genderang yang ternyata tersimpan di bawah ranjangnya, bersama genderangnya-yang-tidak-terlalu-buluk-itu.

lalu Peri Hutan berlari keluar dari rumah Kurcaci Penabuh Genderang dengan semangat baru yang menggebu-gebu. meninggalkan sahabatnya yang masih menggaruk-garuk kepalanya dengan ekspresi wajah yang bodoh.

Sunday, June 11, 2006

Ternyata itu Neverland Palsu

Peri Hutan cinta Neverland barunya. ia bermain-main sepanjang hari, naik komidi putar sampai pusing, dan makan gulali yang manis sampai mabok. pokoknya tiada hari tanpa tertawa terbahak-bahak sampai berguling-guling di rumput Neverland.

hari demi hari berlalu dan Peri Hutan pun semakin betah tinggal di Neverland milik Jagoan Perut Buncit. ia ingin memiliki Neverland seutuhnya, tidak lagi hanya mencicipinya.
sampai pada suatu siang, ketika sedang asyik naik komidi putar sambil menjilati gulali warna pelangi tiba-tiba Peri Hutan menemukan sesosok peri lainnya di taman bermain itu; sedang asyik menjilati gulali warna biru langit.

“heh, siapa kau?!!!”, hardik Peri Hutan galak.

“anu.. aku Peri Gigi…”, jawab Peri Gigi gemetar, sambil memasukkan seluruh sisa gulali yang tadi dipegangnya ke dalam mulutnya karena ia mengira Peri Hutan mau merampas gulali warna biru langitnya. giginya yang putih berderet rapi jadi berwarna biru akibat lumeran gulali.

“sedang apa kau disini??!!!”, bentak Peri Hutan lagi, sambil menjambak rambut Peri Gigi. ia tidak rela ada peri selain dirinya yang menginjak Neverland, apalagi sampai bermain-main komidi putar dan makan gulali yang disenanginya.

Peri Gigi meringis sambil menahan tangis.
“aduh, ampun… jangan dijambak, sakit…”, Peri Gigi memohon belas kasihan Peri Hutan.

Jagoan Perut Buncit yang melihat kejadian itu segera menghampiri dan berusaha melerai kedua peri tersebut.

“tidak mau!!! pokoknya aku tidak suka ada peri lain yang menginjak Neverland-ku!!”, jerit Peri Hutan sambil masih menjambak rambut Peri Gigi.

saking kerasnya, rambut Peri Gigi yang dijambak oleh Peri Hutan sampai copot dibuatnya.
“jangan kekanak-kanakan, Peri Hutan… Peri Gigi itu tamuku…”, kata Jagoan Perut Buncit sambil bergidik ngeri melihat sejumput rambut Peri Gigi yang menjuntai di genggaman Peri Hutan.

Peri Gigi tersedu-sedu sambil berlari keluar dari Neverland dengan kepalanya yang setengah botak.

“lagipula, Peri Gigi dan kau juga bukan satu-satunya tamuku di sini. lihat, di sana masih banyak peri-peri lainnya yang bermain.”, lanjut Jagoan Perut Buncit.

Peri Hutan tertegun sesaat, melihat para peri bermain-main dan bernyanyi ‘merry go round’ di lembah seperti kawanan domba yang dicucuk hidungnya.

“tidak mau!!! tidak mau!!! Neverland ini milikku!! MILIKKU!!! cuma punyaku seorang!!”, jerit Peri Hutan histeris, tidak mau menerima kenyataan.

“jangan keras kepala begitu, Peri Hutan… Neverland ini bukan hanya untukmu. Aku juga harus membaginya untuk peri-peri lainnya sepertimu…”, jelas Jagoan Perut Buncit sambil tersenyum.
senyum yang terlihat sangat menjijikkan di mata Peri Hutan. senyum licik seperti seekor serigala yang berhasil menangkap domba mangsaannya.

“ukh, kau jahat!! DASAR BAJINGAN NGEP*T!!!”, jerit Peri Hutan sambil mendorong perut buncit bajingan di hadapannya dan berlari keluar dari Neverland yang selama ini telah menjadi tempat bermainnya. menolak jadi domba yang dicucuk hidungnya dan bernyanyi-nyanyi “merry go round” di lembah seperti makhluk bodoh