Tuesday, June 20, 2006

Kembalinya Peri Hutan ke Hutan Bunga Matahari

Peri Hutan berlari dan terus berlari. belum pernah ia lari sejauh ini dalam hidupnya. di dalam benaknya terbayang-bayang hutan bunga matahari yang hangat dan nyaman. perlahan-lahan satu per satu bayangan teman-temannya menari-nari.

ia rindu sekali dengan teman-temannya. Peri Hutan rindu mendengarkan lawakan-lawakan Kodok Cabul yang konyol dan menari-nari bodoh sambil bergandengan tangan di atas daun teratai, rumahnya. Peri Hutan rindu bertengkar dengan Lutung Lemes Rambut Kribo dan Liliput Cadel sampai capek dan akhirnya mereka bertiga bergelantungan bersama di sulur untuk melepas lelah. Peri Hutan rindu bermain dengan Tupai Monyong Tukang Manyun dan Monyet Berponi Penggerutu yang sebenarnya sangat lucu dan bisa membuat Peri Hutan tertawa sampai berguling-guling karena tidak tahan melihat ulah mereka. Peri Hutan rindu dengan Tante Jamur Pesolek dan Tante Kelinci Mulut Usil yang sudah dianggapnya seperti tante sendiri. Peri Hutan rindu memeluk Pohon Beringin Muka Teduh yang besar dan tertidur pulas di rantingnya yang kokoh. Peri Hutan juga rindu sekali mendengarkan musik merdu yang dimainkan oleh Kurcaci Penabuh Genderang dari genderang buluknya. dan lagipula, kalau diperhatikan lebih lanjut genderangnya tidak sebuluk yang Peri Hutan bayangkan.

tiba-tiba air mata menetes dari kedua bola mata Peri Hutan. makin lama makin deras. padahal ia sangat jarang menangis. Peri Hutan segera menyeka pipinya. ia merasa matanya kelilipan. seperti ada sejumput rambut yang menusuk-nusuk matanya. ia heran. benar saja, masih ada sejumput rambut Peri Gigi yang copot di tangan yang tadi dipakainya untuk menyeka air mata.
“ikh...”, cepat-cepat Peri Hutan membuang sejumput rambuit itu, lalu mempercepat larinya. Yang ada di benaknya hanya ada satu tempat : rumah si Kurcaci Penabuh Genderang. dari kejauhan ia sudah bisa melihat kawanan bunga matahari berwarna kuning cerah yang tinggi menjulang.

tak berapa lama Peri Hutan tiba di rumah si Kurcaci Penabuh Genderang yang tinggal di dalam batang pohon oak.

“Kurcaci Penabuh Genderang!! buka pintu, ini aku!!!”, seru Peri Hutan sambil menggedor-gedor pintu rumah Kurcaci Penabuh Genderang dengan semena-mena, tidak peduli saat ini merupakan jam tidur siang si Kurcaci Penabuh Genderang.

“Peri Hutan??”, tanya Kurcaci Penabuh Genderang, sambil mengucek-ngucek matanya karena tak percaya sahabatnya itu muncul lagi setelah beberapa lama menghilang. Sekalian membersihkan belek-belek di matanya yang menganggu pandangannya.

“ada apa? kau baik-baik saja kan?”, tanya si kuracaci Penabuh Genderang lagi sambil terheran-heran, terlebih setelah melihat mata sahabatnya yang sembab.

“aku pinjam stik drum-mu donk!!”, pinta Peri Hutan sambil menghambur masuk ke dalam rumah Kurcaci Penabuh Genderang yang sumpek.

“ha??”, Kurcaci Penabuh Genderang menggaruk-garuk kepalanya. “buat apa?”, tanyanya lagi dengan ekspresi wajah yang bodoh.

“ah, sudahlah... aku pinjam sebentar ya!”, seru Peri Hutan lagi setelah menemukan stik drum si Kurcaci Penabuh Genderang yang ternyata tersimpan di bawah ranjangnya, bersama genderangnya-yang-tidak-terlalu-buluk-itu.

lalu Peri Hutan berlari keluar dari rumah Kurcaci Penabuh Genderang dengan semangat baru yang menggebu-gebu. meninggalkan sahabatnya yang masih menggaruk-garuk kepalanya dengan ekspresi wajah yang bodoh.

No comments: