Monday, December 25, 2006

Peri Rambut Pelangi si Pencuri Natal

NATAL. semuanya tentang kue stik keju kering. makanan enak. pohon besar dengan lampu neon kelap-kelip. baju baru yang bagus. hadiah yang menggunung. Opa Sinterklas dengan janggut putih yang panjang dan lebat.

biasanya hari Natal selalu disambut antusias dengan mata berbinar-binar oleh Peri Hutan. ia selalu suka dengan suasana malam Natal di mana lampu neon berkelap-kelip warna-warni di jalan raya. cahaya lilin kekuningan yang menghangatkan ruangan yang lembab akibat hujan sepanjang hari. menghirup bau rumput sehabis hujan yang bercampur di udara. suara-suara keriaan di saat Natal yang selalu dikenalnya, selalu dinantinya. suara orang-orang yang dikasihinya berkumpul di dalam suatu ruangan. penuh canda tawa dan harapan-harapan baru.

namun kini suara-suara yang didengarnya terasa asing. rasanya seperti sayup-sayup jauh di luar sana dan Peri Hutan merasa sangat kecil dan kesepian. ia tak lagi peduli akan kue stik keju kering. tak mau makan makanan enak. tak ingin menghias pohon Natal dengan hiasan dan lampu kelap-kelip. juga tidak berminat dengan baju baru dan hadiah yang menggunung.

sebenarnya, Natal nyaris tak berarti lagi semenjak Peri Hutan pertama kali dikecewakan di hari yang konon, kata banyak orang membawa keajaiban bagi mereka yang percaya. di hari yang penuh keajaiban itu, sebelas tahun yang lalu, Peri Hutan terpaksa menelan kenyataan pahit bahwa tak ada yang bisa kita percayai selain diri kita sendiri. bahkan pertalian darah pun terkadang tak bisa meluluhkan fitnah dan pengkhianatan. dan dari situlah segala kehancuran bermula, berbagai penyakit mulai menggerogot. menyerang fisik dan juga mental. juga kenyataan bahwa banyak orang yang disayanginya masing-masing telah memiliki kehidupan sendiri sekarang.

dan kini, semenjak kepergian kakeknya, Natal benar-benar sudah mati di hati Peri Hutan. walaupun terkadang ia masih berusaha untuk percaya bahwa mukjizat itu memang ada. seperti sekarang, ketika Peri Hutan sangat mengharapkan kehadiran hati barunya. untuk merayakan Natal bersama, supaya Natal tahun ini tak sesepi Natal biasanya.

Peri Hutan langsung berlari dan melompat ke atas pangkuan Opa Sinterklas yang janggutnya putih dan tebal, ketika ia menemukan sosok legendaris itu sedang duduk di pusat kota dengan banyak anak kecil yang mengantri untuk mendapatkan hadiah darinya.

“Hohoho, gadis manis... Mengapa kau tidak mengantri?”, tanya si Opa Sinterklas berjaket merah dengan tawa khasnya. anak-anak kecil lainnya yang sedari tadi mengantri dengan manis mulai meringis menahan tangis. tak rela antriannya direbut. bayang-bayang hadiah yang sudah di depan mata pun terpaksa tertunda.

Peri Hutan tersenyum lebar. ia berusaha memberikan senyuman termanis yang dimilikinya untuk membuat hati si Opa Sinterklas luluh.

“Ah, baiklah... Cepat saja ya, opa masih punya banyak pekerjaan. Masih banyak anak kecil yang mengantri.”, akhirnya Opa Sinterklas, yang untungnya kali ini tidak ditemani Pit Hitam, luluh.

“Asiiiiikkkk....!!!”, pekik Peri Hutan yang terkadang licik ini kegirangan. “Peri Hutan dapat hadiah apa, opa?”, tanyanya sambil memeluk janggut putih Opa Sinterklas, karena lengannya tidak sampai untuk memeluk sosok raksasa tambun si Opa Santa, yang konon jelmaan dari Santo Nicholas dan berasal dari Myra, Turki.

“Hohoho... Peri Hutan... Coba opa lihat catatan opa dulu ya...”, jawab kakek raksasa ini sembari membetulkan letak kacamata bacanya.

“Ah, Peri Hutan... Kau nakal sekali selama setahun ini.”, gumam Opa Sinterklas sambil mendelik ke arah Peri Hutan. “Di dalam catatan opa, kau memburai isi perut si Jagoan Perut Buncit. Kemudian menjambak rambut Peri Gigi sampai copot. Lalu membakar seisi Neverland sampai hangus dan rata dengan tanah. Ckckck, nakal sekali...”, Opa Sinterklas terheran-heran sambil geleng-geleng kepala.

“Nggg... Anu... Itu... Nggg... Aku... Aku tidak sengaja, opa...”, bela Peri Hutan sambil menyatukan kedua telunjuknya. ini biasa dilakukannya ketika ia merasa terpojok dan tak mampu lagi berbuat apa-apa.

“TIDAK SENGAJA???!! Bagaimana mungkin memburai, menjambak, dan membakar kau bilang tidak sengajaaaa??”, hardik Opa Sinterklas yang sudah terbiasa menghadapi anak-anak nakal semacam Peri Hutan.

...

“Hohoho, tapi ya sudahlah... Kau masih harus banyak belajar bagaimana caranya mengendalikan emosimu. Jangan kau ulangi lagi kenakalanmu di tahun depan yah, Peri Hutan yang manis...”, suara menggelegar Opa Sinterklas memecah keheningan. Ia berpesan kepada Peri Hutan sambil menepuk-nepuk kepalanya. Opa sinterklas yang bijaksana, membuat Peri Hutan teringat akan sosok kakeknya yang telah tiada.

“Iya opa... Aku janji takkan nakal lagi. Tapi aku tetap dapat hadiah Natal kan?”, tanya Peri Hutan harap-harap cemas.

“Tentu saja, gadis manis. Di dalam daftar hadiahku, kau mendapatkan... kompas! Supaya kau tidak perlu repot-repot membaca peta dan khawatir tersesat di dalam perjalananmu”, seru Opa Sinterklas sambil menyodorkan kompas mungil berwarna kuning yang telah berhasil ia temukan di dalam karung hadiahnya sambil tersenyum lebar.

“Kompas???!!! Aku dapat... kompas? Tidak bolehkah aku minta hati baruku, opa?”, pinta Peri Hutan sambil memelas.

”Hati barumu?? Ah, sepertinya hati barumu sudah opa berikan kepada orang lain beberapa jam yang lalu. Pada siapa ya? Hmmmm, ah ya! Hati barumu itu sudah opa berikan pada Peri Rambut Pelangi, Peri Hutan...”, jawab Opa Sinterklas sambil mengelus rambut Peri Hutan yang bergelombang.

“...”, Peri Hutan memegang kompas pemberian Opa Sinterklas dengan mulut bergetar menahan tangis. ia tak menyangka hati barunya secepat itu sudah berada di tangan peri lain. ia pikir hati barunya masih setia menantinya di padang rumput di hutan bunga matahari. menanti Peri Hutan hingga mampu mengalahkan pergulatan batinnya sendiri, berdamai dengan masa lalunya.

“Peri Hutan? Sudah yah, opa masih harus membagikan hadiah-hadiah ini untuk anak-anak yang lain.”, tegur Opa Sinterklas melihat Peri Hutan yang sedari tadi melamun di pangkuannya. terdengar rengek tangis bocah-bocah yang mulai tak sabar untuk segera duduk di pangkuan sang kakek raksasa, menerima hadiah Natalnya.

“Ah, iya..iya... Terima kasih untuk kompasnya opa! Dadah...”, seru Peri Hutan sambil melompat turun dari pangkuan Opa Sinterklas, berusaha untuk tidak menangis di depan si kakek raksasa yang telah baik hati memberikannya hadiah Natal, padahal ia sudah sangat nakal selama setahun ini.

Peri Hutan kemudian melanjutkan perjalanannya dengan langkah gontai. untuk kesekian kalinya, ia terpaksa menelan kekecewaan ini lagi sendirian. dan kali ini gara-gara si Peri Rambut Pelangi yang telah mencuri Natal-nya. Natal malam ini terasa jauh lebih sepi dibanding tahun-tahun sebelumnya. di trotoar, seorang pemusik jalanan memainkan lagu “Have Yourself a Merry Little Christmas” dengan saxophone-nya.

ya, ya, ya... have yourself a merry little christmas, Peri Hutan...



“Where do we go from here?
The words are coming out all weird
Where are you now, when I need you...

I need to wash myself again to hide all the dirt and pain
Who are my real friends?
We don't have any real friends

I wish it was the sixties, I wish I could be happy
I wish, I wish, I wish that something would happen[*]

[*] The Bends – Radiohead (The Bends)


N.B : Merry Christmas everyone...

No comments: