Sunday, December 03, 2006

Fake Plastic Neverland

Hidup adalah seperti sebatang pensil.

Hal ini diungkapkan oleh Paulo Coelho dalam buku kumpulan cerita pendeknya, “Like The Flowing River”. Menurutnya, manusia memiliki lima kualitas seperti yang dimiliki oleh sebatang pensil.

Pertama, manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang hebat. Tapi harus diingat bahwa di balik itu semua, ada tangan yang menuntun langkah kita. Kita menyebutnya tangan Tuhan, yang selalu mengarahkan kita kepada kehendak-Nya. Sama seperti pensil yang bisa digunakan untuk menulis atau menggambar. Tentu saja ada tangan yang menggerakannya agar dapat menghasilkan tulisan atau gambar.

Kedua, di dalam hidup ini kita belajar untuk menghadapi kesedihan dan kepahitan. Hal itu akan membuat kita menjadi orang yang lebih baik. Persis dengan pensil yang butuh diraut. Hal itu akan sedikit menyakitkan bagi si pensil, namun setelah itu ia akan lebih runcing daripada sebelumnya dan siap untuk dipakai kembali.

Ketiga, manusia diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Sama halnya ketika kita salah dalam menulis sesuatu, kita dapat menggunakan penghapus untuk mengkoreksinya.

Keempat, apa yang terpenting dari manusia bukan fisiknya, namun apa yang ada di dalamnya. Tak berbeda dengan sebatang pensil. Yang terpenting adalah grafit yang ada di dalamnya, bukan batang kayu yang ada di luar.

Kelima, apapun yang telah kita lakukan di dalam hidup kita selalu meninggalkan bekas. Tak ubahnya dengan pensil, ketika dihapus walaupun sudah hilang, tetap masih menimbulkan bekas pada kertas. Oleh karena itu, kita harus selalu sadar akan apa yang kita lakukan.

***

Peri Hutan melangkah dengan pasti. ia sudah bertekad untuk meringankan beban yang ada di dalam tasnya, meninggalkan masa lalu yang selama ini masih membayang-bayanginya. seakan-akan ada bayang-bayang hitam pekat yang terus menariknya ke dalam kegelapan.

hampir saja Peri Hutan tersesat. maklum, ingatannya akan jalan sangat buruk. walaupun sudah cukup lama tak melewati jalanan ini, tapi akhirnya ia berhasil juga mengingat-ingat jalanan menuju Neverland palsu si Jagoan Perut Buncit.

Neverland-nya masih seperti yang dulu, tak ada perubahan yang cukup berarti. Mungkin karena masih banyak peri-peri lain yang bermain-main di dalam Neverland, jadi sama sekali tak terasa sepi atau tak berpenghuni, walaupun si Buncit Keparat telah lama tak bernyawa.

“Hiiiiyyy...”, angin dingin menerpa leher Peri Hutan, membuat bulu kuduknya berdiri. mungkin saja arwah si Jagoan Perut Buncit tak terima pembunuhnya menginjak-injak Neverland kebanggaannya dengan bebas.

tapi Peri Hutan tak peduli. ia sudah bertekad untuk menuntaskan segalanya. ia tahu telah melakukan kesalahan sewaktu menerima uluran tangan si Jagoan Perut Buncit untuk menemaninya di Neverland palsunya. walaupun sakit karena merasa tertipu dan hampir kehilangan dirinya, ia mensyukuri kejadian ini. ia jadi mampu menemukan siapa dirinya yang sesungguhnya, apa yang benar-benar ia butuhkan, dan inginkan. setidaknya ia tak sampai seperti peri-peri lain yang sampai sekarang masih terbuai. lagipula hal ini membuatnya menjadi Peri Hutan yang berbeda, yang jauh lebih kuat dan waspada.

ia mulai membuka ranselnya dan mengeluarkan satu per satu barang-barang yang dibutuhkannya. mulai dari setumpuk surat dari Jagoan Perut Buncit di alam baka, sebuah gentong berisi bensin, dan sekotak korek api.

Peri Hutan nyengir lebar. tak sabar membayangkan Neverland palsu milik Jagoan Perut Buncit rata dengan tanah. matanya yang bulat berbinar-binar berubah jadi sipit memicing.

“Hihihihi, asyik... Sebentar lagi Neverland-mu jadi lautan api!”, Peri Hutan terkikik-kikik dengan licik.

ia mulai membuka tutup gentongnya yang agak berkarat, lalu mulai menyiram seluruh permukaan tanah Neverland dengan bensin sambil bersiul-siul riang. Peri Hutan sama sekali tak peduli dengan peri-peri lainnya yang masih bermain-main di sana sambil menyanyi-nyanyi ‘merry go round’ bagai domba yang dicucuk hidungnya. biar saja, toh harus ada sesuatu yang kita korbankan untuk mencapai kebaikan bagi banyak orang, batinnya. dan situasi yang paling baik saat ini adalah menghindari bertambah banyaknya jumlah peri-peri yang tersihir oleh pembawaan si Buncit Keparat yang kharismatik.

hhh, sayang sekali, mereka tak dapat diselamatkan, kata Peri Hutan dalam hati. ia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda menyesal sambil melihat puluhan peri-peri bodoh bermain-main dengan riang di atas komidi putar, bianglala, dan halilintar. andai saja mereka tahu apa yang akan terjadi pada mereka beberapa menit ke depan, batinnya lagi.

“Ucapkan selamat tinggal pada hidup kalian, peri-peri... Dan kau Buncit Ng*he, semoga kau terbakar di neraka...”, ucap Peri Hutan sambil membakar surat-surat dari si Jagoan Buncit yang ada di tangannya dengan korek dan menjatuhkannya ke tanah. api dengan cepat menjalar ke mana-mana. meledakkan komidi putar, bianglala, halilintar, dan segalanya yang ada di sana. ratusan lidah api berjilatan. puluhan peri-peri yang bodoh menjerit panik, kocar-kacir berusaha menyelamatkan diri mereka. tak terbayang betapa panasnya di sana.

“I’m falling down
Five thousand houses burning down
No-one is gonna save this town

Too late
I already found what I was looking for
You know it wasn’t here
No it wasn’t here

I was calling your name
But you would never hear me sing
You wouldn’t let me begin
So I’m crawling away
'Cause you broke my heart in two
No, I will not forget you

Too late
I already found what I was looking for
You know it wasn’t you
No, it wasn’t you

Falling down
Now the world is upside down
I’m heading straight for the clouds” [*]

Peri Hutan tersenyum puas. belum pernah ia merasa selega ini dalam hidupnya. ia puas melihat Neverland palsu si Buncit Keparat sudah rata dengan tanah. gosong. yang tersisa hanya plang nama “Neverland Milik Jagoan Perut Buncit” yang telah roboh dan nyaris tak terbaca, yang tergeletak tak jauh dari pintu masuk.

Peri Hutan sadar betul apa yang telah dilakukannya. dan ia telah menerima hal ini sebagai bagian dari hidupnya yang takkan bisa terhapuskan.

[*] Falling Down – Muse (Showbiz)


No comments: