Thursday, November 09, 2006

Titik Awal yang Tak Bermula di Titik Nol

"A heart that's full up like a landfill,
a job that slowly kills you,
bruises that won't heal.
You look so tired-unhappy,
bring down the government,
they don't, they don't speak for us.
I'll take a quiet life,
a handshake of carbon monoxide,

with no alarms and no surprises,
no alarms and no surprises...
no alarms and no surprises...

Silent silent." [*]

mungkin ini yang kira-kira dirasakan oleh si Peri Hutan selama kurang lebih dua minggu terakhir. persis seperti yang dirasakan oleh tukang sayur yang mendorong gerobak sambil menjajakan dagangannya dari kampung seberang menuju hutan bunga matahari yang menanjak. sudah berpeluh keringat menahan beban di gerobak, dicaci maki pula oleh Tante Jamur Pesolek dan Tante Kelinci Mulut Usil yang selama ini bagaikan duet maut dalam bergosip dan mencibir, serta tante-tante lainnya yang tak pernah puas, yang selalu mengomentari apapun yang lewat di depan batang hidungnya.

padahal "kesalahan" si tukang sayur hari ini hanya karena jengkol pesanan si Tante Jamur Pesolek dirasakan kurang segar oleh si pemesan.

"Bang, layu amat sih ini jengkol!", Tante Jamur Pesolek membuka percakapan dengan wajah sepet.

"Iya nih, Bang... Idiiihh, mana baunya kayak ikan asin. Diketekin sama Abang ya? Hayoo... ngaku!!", repet Tante Kelinci Mulut Usil memanas-manasi sambil mengernyit dan mengibas-ngibaskan udara di sekitar hidungnya.

"Ha? Nggak kok, Tante... Beneran deh...", si tukang sayur cepat-cepat menjawab sambil menggaruk-garuk kepala. heran akan makhluk-makhluk yang harus dihadapinya di hutan bunga matahari yang akhir-akhir ini mudah marah dan terganggu emosinya. ah, betapa dongkolnya!

entah tren apa yang sedang menyerang hutan bunga matahari. atau mungkin juga ini memang sudah kenyataan yang ada, hanya saja Peri Hutan yang baru menyadarinya sekarang. ketika ia mulai dituntut untuk lebih serius dan bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat sebagai bagian daripadanya.

tak ada sahabat sejati. yang ada hanya sekutu dengan tujuan yang sama. orang-orang begitu cepat berubah dari kawan menjadi lawan ketika sudah tak sepaham lagi. semuanya menuntut banyak hal dalam waktu yang sangat sempit, seakan-akan isi hidup ini hanya berlari-lari di sebuah roda mainan hamster di dalam kandang, sampai kita lelah dan tak kuat lagi bernapas.

Lutung Lemes Rambut Kribo yang pelitnya minta ampun mendadak tak lagi lemas ketika berurusan dengan uang. Liliput Cadel sangat senang menyuruh-nyuruh orang lain melakukan sesuatu yang sebenarnya mampu dilakukannya sendiri. Tupai Monyong Tukang Manyun dan Monyet Berponi Penggerutu merengek-rengek sepanjang hari minta dilayani semua keinginannya, membuat gerah seisi hutan bunga matahari. Kodok Cabul yang paling getol bersenang-senang tanpa harus mengeluarkan sepeser pun, juga Pohon Beringin Muka Teduh yang tiba-tiba berubah menjadi makhluk sok penting yang sangat menyebalkan. ditambah lagi si Sigung Muka Dua yang dari luar terlihat sangat ramah dan bersahabat, padahal di dalam hatinya menyimpan dengki dan terlalu banyak menuntut. rupa-rupanya wajah manis tak berdosa belum bisa menutupi bau busuk kentutnya!

Peri Hutan tak suka aturan. terlebih yang tidak masuk akal dan tak bisa diterima oleh logika. mungkin ini yang membuatnya pusing tujuh keliling. ia lebih memilih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri ketimbang bertanggung jawab terhadap masyarakat sontoloyo yang bisa seenak udelnya menentukan mana yang salah dan mana yang benar. lalu melegitimasikannya sebagai suatu kebenaran mutlak hanya karena mayoritas menyetujuinya. dasar makhluk primitip tak punya prinsip! hanya bisa ikut-ikutan supaya hidupnya enak. supaya tak perlu mikir yang susah-susah. toh hidup ini sudah susah, buat apa dibikin tambah susah? mungkin itu yang dipikirkan oleh para penghuni hutan bunga matahari.

cukup sudah seluruh makhluk di hutan bunga matahari bertingkah! meninggalkan Peri Hutan yang berusaha bertanggung jawab terhadap masyarakat seorang diri, kerepotan mengurus semuanya. padahal mereka yang tadinya berkoar-koar kini tak melakukan apa-apa.

mungkin memang lebih baik Peri Hutan benar-benar menyingkir dari hutan bunga matahari. meninggalkan rutinitasnya yang terasa begitu membosankan. melewatkan kesempatan datang ke pasar malam yang digelar tiap bulan di sana, dengan gulali, komidi putar, dan badut yang itu-itu lagi. menitipkan ayunan reyot dan rumah pohon tuanya pada si Kurcaci Penabuh Genderang. mencari ketenangan dalam perjalanan panjang yang selalu ingin dilakukannya, namun sampai sekarang tak pernah berhasil dilaksanakan. perjalanan santai tanpa diburu-buru oleh apapun, siapapun, bahkan oleh dirinya sendiri. tak terikat waktu, tanggung jawab, dan tuntutan mengada-ada dari masyarakat sekitar. mungkin dengan begitu ia dapat bernapas dengan lega dan menemukan tujuan hidup yang sebenarnya, yang selama ini dicarinya.

berjalan ke mana kaki melangkah di dalam kesunyian yang menenangkan. tanpa maniak yang memeras dirinya hanya untuk keuntungan pribadi mereka. hanya dirinya, ransel kecil, topi jaring-jaring bodoh, dan kamera poket...

[*] No Surprises -- Radiohead (OK Computer)

No comments: