ini bukan saat yang patut dibanggakan bagi Peri Hutan. kalau bisa, mungkin ia memilih lenyap ditelan bumi. biar Kurcaci Penabuh Genderang, dan orang-orang lain yang disayanginya tidak melihatnya terus mengulangi kebodohan yang sama : terkapar di padang ilalang, nyaris muntah-muntah karena kebanyakan menelan rumput yang pahit.
tapi ia sulit meninggalkannya, karena saat-saat seperti ini adalah saat yang paling hidup buat Peri Hutan. momen di mana ia bersentuhan dengan jiwanya dan merasa sangat damai. mungkin manusia memang butuh merasakan kepedihan untuk dapat mengecap kebahagiaan. dan berada di ambang kematian untuk menghargai kehidupan.
lagu Farewell/ Goodbye dari band M83 yang terus mengalun tak henti bagai kaset rusak melalui radio kecilnya masih setia menemani Peri Hutan yang tersungkur mencium tanah. tak kuasa untuk sekadar duduk manis menyender di batang pohon apel yang ada di belakangnya, apalagi untuk pulang dan berbaring di rumah pohonnya. Peri Hutan merasa begitu tolol. berulang kali kabur dari hutan bunga matahari, merepotkan banyak orang, dan bolak-balik makan rumput padahal ia sudah tahu rasanya pahit dan bisa saja mati kalau terlalu banyak memakannya.
semoga saja kali ini Peri Hutan kapok. ia harus menyadari suatu hal yang sangat penting, bahwa tak selamanya ia punya kesempatan untuk kembali menjadi nasi, ketika semua sudah melebur menjadi bubur.
[M83 -- Farewell/ Goodbye]