Sunday, March 18, 2007

Suatu Malam di Pesta Dusta

There is one thing I know,
it goes like this
It's that when I'm down and out it's you I miss” – Sondre Lerche (You Know So Well)

dan jika sudah seperti itu maka keramaian hanya akan menjadi kesepian. serta hingar bingar tersulap jadi sunyi senyap.

rasanya baru beberapa jam yang lalu ia diajak oleh Peri Bibir Bengkak (eh, apa Bibir Merah? namanya saja ia sudah lupa) ke pesta yang diadakan di rumahnya. Peri Hutan hanya kebetulan lewat. dan karena kebetulan juga si Peri Bibir –entah Bengkak atau Merah- ini adalah teman lama si Peri Topi Lebar, maka ia disuruh bergabung.

pestanya meriah. dekorasinya mewah, lengkap dengan makanan yang melimpah dan orang-orang berpakaian serba ‘wah’. menyenangkan sekali berada di sini. penuh dengan orang-orang yang tertawa dan menyapa ramah.

tapi itu hanya beberapa menit pertama. selanjutnya terasa seperti neraka. Peri Hutan memang tak terlalu menikmati pesta yang ramai dan penuh dengan orang-orang yang tak dikenalnya. membuat sesak napas dan ketakutan, persis seperti semut di tengah kawanan gajah. ia merasa sangat kecil, tak terlihat, dan sewaktu-waktu bisa terinjak. dan kali ini perasaannya jauh lebih parah daripada seekor semut yang terkepung di kandang gajah.

untungnya ada tukang gulali. ia jongkok saja di sebelah tukang gulali sambil mengemut gulali berbentuk kuda-kudaan, bunga tulip, dot bayi, dan peluit-peluitan sampai eneg dan giginya ngilu-ngilu. tapi tak apalah. jarang-jarang ia makan gulali yang ada bentuknya. biasanya ia hanya menemukan gulali yang berbentuk kapas di pasar malam.

“Hei, Peri Hutan!!!”, tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dari belakang. keras juga, Peri Hutan nyaris keselek gulali berbentuk peluit yang sedang diemutnya.

“Uhuuuk, uhuuk… Siapa sih? Eh, Peri Kue Bulan???”, Peri Hutan terheran-heran melihat Peri Kue Bulan, yang wajahnya seperti kue bulan. bundar dan manis.

“Hehehe, halo Peri Hutan! Apa kabar?”, tanya Peri Kue Bulan dengan ramah. menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang dikenalnya di pesta itu. walaupun Peri Hutan belum terlalu lama mengenalnya; Peri Kue Bulan merupakan penghuni baru di hutan bunga matahari; tapi setidaknya ia tahu senyuman tadi tulus dan bukan sekadar basa-basi.

Peri Hutan tak menjawab. sebagai gantinya ia hanya memberikan Peri Kue Bulan senyuman termanis yang pernah diberikan kepada orang-orang yang disukainya. lagipula siapapun tahu pertanyaan “apa kabar?” biasanya adalah pertanyaan retoris. tak perlu ditanyakan, karena biasanya dijawab dengan baik. persis seperti kita menanyakan, “hari ini cuacanya cerah ya?”, karena pasti akan dijawab “iya”. tapi terkadang kita perlu pertanyaan retoris, untuk membuka percakapan dengan mulus.

“Kok kau ada di sini, Peri Kue Bulan?”, tanya Peri Hutan.

“Oh, aku hanya menemani saudaraku… Kebetulan aku sedang main-main ke rumahnya, lalu diajak ke pesta ini.”, jawab Peri Kue Bulan. “Kau masih dalam perjalananmu melanglang buana, Peri Hutan?”, tanyanya balik.

“Ehm, ini sedang dalam perjalanan pulang…”, jawab Peri Hutan sambil membersihkan tenggorokannya dari lendir yang mengganggu.

“Baguslah. Sepi sekali hutan bunga matahari tanpa dirimu, Peri Hutan.”, kata Peri Kue Bulan membuat hati Peri Hutan terasa ringan. terkadang ia suka mendengar cerita atau kata-kata menyenangkan walaupun itu bohong.

“Benar. Aku tidak bohong, kok!”, sergah Peri Kue Bulan. “Kurcaci Penabuh Genderang sekarang jarang sekali menabuh genderangnya. Serpina Sipirili juga uring-uringan karena kangen padamu. Si Peri Topi Lebar dan Peri Tukang Nyengir juga tak sering lagi main bersama seperti biasa. Mereka sekarang sibuk dengan urusan masing-masing. Lalu si Beruang Madu Muka Datar juga baru-baru ini datang berkunjung ke rumahmu. Ia sedih ketika tahu kau pergi entah ke mana dan tak tentu kapan kembali lagi.”, Peri Kue Bulan menjelaskan panjang lebar, seolah bisa membaca pikiran Peri Hutan. Peri Hutan jadi salah tingkah dan tak enak sendiri.

“Eh, oh… Begitu yah?”, Peri Hutan menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

“Oh iya, apa kabar hati baru-mu?”

DEG!

pertanyaan Peri Kue Bulan tadi membuat jantung Peri Hutan serasa berhenti berdetak. ini lebih parah daripada tersedak bola bekel.

“Ngg, kudengar sekarang dia sedang bersama Peri Rambut Pelangi...”, jawab Peri Hutan. hati barunya itu memang sahabat lama si Peri Kue Bulan. mereka berteman baik sejak Peri Kue Bulan belum pindah ke hutan bunga matahari.

“Hahaha, dasar gebleg! Dia itu benar-benar seperti benang kusut! Dia selalu butuh orang lain untuk mengurai kekusutannya.”, kata Peri Kue Bulan yang sudah sangat memaklumi sifat kawan lamanya itu.

Peri Hutan mengangguk-angguk tanda setuju dengan semangat dan mata membelalak. senang ada seseorang yang bisa menemukan ungkapan yang tepat, yang selama ini ia cari.

“Tapi sekusut-kusut benangnya, aku yakin, suatu saat dia akan menjadi kemeja pesta terbaik. Karena benang miliknya adalah benang sutera. Dasar memang beruntung, selalu saja ada orang yang mau bersusah payah merajutnya menjadi kemeja pesta itu. Padahal mereka sadar betapa kusut benang yang dimilikinya.”, lanjut Peri Kue Bulan sambil tersenyum manis. entah mengapa, apa yang barusan diucapkan oleh Peri Kue Bulan terdengar seperti promosi sabun cuci piring “beli 2, gratis 1 piring cantik”. tapi Peri Hutan tahu Peri Kue Bulan tidak melakukannya dengan sengaja.

kepercayaan Peri Hutan terhadap mimpi-mimpinya dan banyak hal lain sudah nyaris habis sebenarnya. tapi kali ini ia masih mau percaya. dan perkataan Peri Kue Bulan tadi membuatnya sadar, ia terlalu takut untuk mengakui banyak hal yang diketahui atau dirasakannya, bahkan kepada dirinya sendiri.

ia jadi malu pada hati barunya yang selalu jujur dan tak takut pada risiko. hati barunya memang takut pada banyak hal. namun tak pernah takut untuk mencoba dan gagal. tak seperti dirinya, pengecut yang payah; yang justru berusaha memanipulasi perasaan takutnya dengan kebijaksanaan dan sikap hati-hati akan kenyataan yang biasanya terjadi.

tapi keadaan sudah kacau tak terkendali. dan Peri Hutan bagaikan puzzle yang berserakan. orang-orang yang masih ingin melihat gambar utuh yang ada pada dirinya perlu usaha ekstra keras untuk menyusun kepingannya kembali.

“Iya… Semoga saja ia menemukan orang yang tepat, yang dapat menguraikan benang kusut itu dan merajutnya jadi sebuah kemeja pesta terbaik yang pernah ada.”, kata Peri Hutan kepada Peri Kue Bulan setelah lama termenung.

setiap orang pasti memilih yang terbaik bagi dirinya. hal itu takkan ada habisnya, karena barang yang baru selalu saja menarik hati kita dan memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lama. namun yang sekarang menjadi masalah adalah bukan bagaimana kita menyempurnakan hidup kita dengan terus memilih yang terbaik, tapi bagaimana menerima dan memaafkan kekurangan-kekurangan dari pilihan yang telah kita buat di dalam hidup.

Do you have the slightest idea
Why the world is bright with you here?
Stay a while and wait and see
If things go right we're meant to be” – Sondre Lerche (Modern Nature)

No comments: